Salah satu ancaman yang dihadapi bangsa-bangsa di dunia, selain masalah keamanan dan kejahatan transnasional, juga masalah merebaknya penyakit Aids. Dalam catatan, penyakit Aids di masa mendatang akan menjadi bom waktu bagi umat manusia, khususnya para pemimpin di berbagai negara. Benua Afrika, yang menurut data, tercatat sebagai wilayah dengan tingkat penderita Aids paling banyak, menyebabkan banyak pihak merasa was-was dan berpikir ulang, bagaimana upaya cerdas dan jitu dalam memberantas penyakit mematikan tersebut.
Dalam hal ini, agama dinilai cukup memiliki peran strategis dalam upaya memperkecil dan mencegah berkembangnya Aids ke seluruh dunia. Untuk membahas lebih dalam soal itu, berikut wawancara At-Tanwir dengan tokoh agama yang juga mantan Menag, KH Dr dr Tarmizi Taher, yang beberapa waktu lalu menjadi satu-satunya wakil Asia Tenggara dalam forum Konsultasi Tingkat Tinggi para tokoh agama Asia, Afrika, Pasifik, bertajuk “Lifting The Veil: Islam, Christianity and Challenges of Aids” di London, Inggris. Petikannya:
Seberapa besar bahaya penyakit Aids dewasa ini?
Sangat besar. Kalau kita lihat data yang ada, sekarang ini ada sekitar 45 juta lebih penderita Aids di seluruh dunia. Yang paling banyak terdapat di benua Afrika. Asia berada di urutan kedua. Jika tidak waspada dan upaya pencegahan yang serius, di masa depan Asia bisa menjadi paling banyak penderita Aids. Karena itu, selain masalah kemiskinan dan problem konflik sosial, penyakit Aids akan menjadi ancaman serius umat manusia dan tantangan para pemimpin dunia.
Apa penyebab muncul dan berkembangnya penyakit Aids?
Pertama, yang paling menonjol adalah adanya virus HIV. Virus tersebut ditimbulkan dari efek kebebasan seksual yang tak lagi menggubris norma dan etika. Hubungan seks bebas semakin berkembang, para penjaja seks komersial juga kian marak. Bahkan sudah menjadi fenomena bila orang tua justru menyediakan fasilitas bagi adanya hubungan seks bebas terhadap anaknya. Kasarnya, anak dijual. Kedua, masalah kemiskinan, pendidikan, dan krisis budaya. Masalah ekonomi, dalam kondisi terjepit, orang dapat melakukan apa saja, termasuk menjual diri. Faktor rendahnya pendidikan dan minimnya penguasaan kebudayaan, menjadikan orang ikut-ikutan menjadi latah, berbuat sekenanya.
Apakah forum di London tersebut efektif?
Itu kan forum konsultasi tingkat tinggi para pemuka agama Islam dan Kristen. Inti pertemuan tiga hari (28-30 Maret–red) itu untuk mempersiapkan konferensi dunia masalah Aids yang akan diadakan di Toronto, Agustus mendatang. Baik di Toronto maupun di London kemarin, diselenggarakan UNAids, badan PBB untuk urusan Aids. Saya kira semua akan berjalan bertahap, dengan lebih melibatkan para pemuka agama. Tampaknya, PBB melihat peran tokoh agama sangat nyata dalam kampanye pemberantasan Aids.
Anda optimis pencegahan penularan penyakit Aids dengan memakai instrumen agama?
Saya sangat optimis. Saya melihat agama, dengan ajaran nilai-nilai positif dan etika yang dikandung, baik Islam maupun Kristen, akan mampu mencegah berkembangbiaknya penularan penyakit Aids. Ini karena misi kemanusiaan dan visi perdamaian semua agama sama, yakni bagaimana menciptakan tatanan sosial yang beradab, damai, dan berkeadilan. Kalau kondisi masyarakatnya sakit, baik sakit secara mental maupun spiritual, rasa damai dan tatanan beradab itu sulit diciptakan. Hanya saja harus lebih ditingkatkan lagi peran para tokoh agama dalam pemberantasan dan pencegahan penyakit Aids tersebut.
Harapan Anda di masa mendatang bagi upaya pemberantasan masalah Aids?
Semua pihak harus bekerjasama dan menumbuhkan komitmen bagi tegaknya nilai-nilai positif dalam kehidupan sehari-hari. Kita sekarang mengalami situasi yang cukup dilematis, di satu sisi hasrat kehidupan beragama meningkat, tapi di sisi lain, potensi kekerasan dengan mengatasnamakan agama juga tak kalah naiknya. Jadi, kedepan, hanya agama yang dapat menjadi nilai alternatif bagi sebuah rekonstruksi kehidupan yang lebih baik dan beradab. Karena itu, saya menghimbau, mari kita ciptakan kondisi rumah yang damai dan ramah yang dapat membuat segenap anggota keluarga betah di rumah. Dengan demikian, semuanya akan dapat terkontrol secara baik.
