Berani Mati, Tak Berani Hidup

Aksi radikalisme Islam, dalam beberapa tahun terakhir, menunjukkan peningkatan berarti. Kasus peledakan bom Bali I dan II, serta berbagai bom lainnya, membuktikan, radikalisme telah menjadi ancaman nyata di negeri ini. Agama yang sejatinya untuk kesejahteraan dan kedamaian umat manusia, dibajak untuk alat legitimasi aksi terorisme. Bagaimana hal ini dapat terjadi? Apa sebab-musabab sehingga aksi radikal menjadi kian akrab di masyarakat? Bagaimana pencegahan dan terapi kedepan? Membahas lebih detil hal itu, berikut wawancara tim At-Tanwir dengan intelektual yang selalu mencerahkan umat dan bangsa, serta mantan Ketua PP Muhammadiyah, Prof Dr Ahmad Syafii Maarif. Petikannya:

Beberapa tahun terakhir, aksi radikalisme Islam marak, khususnya di kawasan Jawa. Mengapa Jawa menjadi basis militanisme Islam?

Secara sosiologis, Jawa sangat memungkinkan menjadi basis. Beberapa alasan, antara lain, Jawa sebagai pusat perkembangan pembangunan dan dinamika Islam di Indonesia. Semuanya hampir berpusat di Jawa. Itu menyebabkan militansi gerakan Islam berkembang pesat di kawasan ini. Kita lihat di Solo, Semarang, Bandung, Sukabumi, Madiun, Lamongan, dan kota-kota lain, banyak ‘menghasilkan’ orang-orang atau kelompok radikal. Meski di luar Jawa juga ada, namun intensitasnya tak sebesar di Jawa.

Kebanyakan kelompok radikal berasal dari kalangan pesantren, dan itu berarti paham betul tentang Islam. Tapi, faktanya mereka memahami Islam hitam-putih, sehingga menjadikannya radikal. Menurut Anda?

Harusnya mereka dewasa dalam beragama, dan tidak ceroboh dalam memahami dan mengamalkan Islam. Tapi, radikal itu kan banyak faktor. Utamanya, ekonomi. Kemiskinan menjadikan mereka frustasi dan mau berbuat fatalistis, seperti melakukan aksi bom bunuh diri dan kekerasan lainnya. Faktor luar juga ada, karena pengaruh ideologi kan banyak datang dari luar, seperti pengaruh para alumni Afghanistan, dengan semangat jihadnya yang membara.

Para pelaku bom bunuh diri berkeyakinan mati syahid. Benar demikian?

Tidak segampang itu. Mati syahid ada kategorinya. Tapi membunuh orang tak berdosa, bukan mati syahid, tapi mati konyol. Mereka ini kan salah menerjemahkan Islam. Kalau saya istilahkan, mereka ini hanya berani mati tapi tidak berani hidup. Begitu mudahnya surga dibeli dengan membunuh orang, sementara Al-Quran menyatakan membunuh satu nyawa tak berdosa sama halnya membunuh banyak orang.

Secara geografis, kaum radikal tampak lebih suka menjadikan Bali sebagai sasaran amuk mereka. Mengapa harus Bali? Apa ada kaitannya dengan sentimen agama?

Saya kira tak ada sentimen agama. Bali mayoritas Hindu, selama ini tidak ada masalah dengan Islam, baik-baik saja. Tapi Bali dipilih karena di sana banyak turis asing, sehingga kalau aksi dilakukan di sana, gaung pemberitaannya akan lebih cepat dan besar di dunia internasional. Kaum teroris kan selalu memanfaatkan kecanggihan teknologi informasi, sehingga aksi mereka akan cepat menjadi perhatian dunia. Hanya tidak masuk akal, mengapa orang asing di Indonesia yang jadi sasaran, itu yang jadi uneg-uneg saya selama ini. Kenapa tidak ke Amerika atau Eropa saja, teroris itu membom mereka. Jadi benar-benar fatalis ini.

Harapan Anda agar aksi-aksi radikal dapat diminimalisir?

Kuncinya satu: tegakkan keadilan bagi semua. Amerika dengan politiknya yang diskriminatif dan menindas, harus dirubah menjadi lebih adil, damai dan bisa diterima dunia internasional. Pemerintah kita juga harus sensitif dan memberikan perhatian serius pada upaya-upaya penegakkan keadilan di semua bidang.

One Reply to “”

  1. berani hidup yg bermartabat dan terhormat jauh lebih sulit dp berani mati.
    Kl berani mati dg bom bunuh diri dg nama jihat membunuh orang tak berdosa, saya sbg orang islam juga sama sekali tidak setuju.
    Islam yg rahmatan lil alamin menyuruh kita menjadi khalifah fil ard, pemimpin di bumi ini agar menciptakan kebajikan dg berilmu pengetahuan yg banyak. Kata kunci sbg umat islam jangan bodoh dan mudah di adu domba di iming imingi sorga oleh kiyai keblinger. Umat islam secara kolektif mesti menjadi manusia unggul minta pemerintah Indonesia jangan lemah berdiplomasi dg asing, kita junjung nasionalisme menjadi negara yg kuat krn penduduknya pintar2.

Leave a comment