
Saya berharap pemerintahan Presiden Prabowo Subianto bersedia merehabilitasi nama baik almarhumah Rachmawati Soekarnoputri yang sempat dijadikan tersangka kasus makar tahun 2016.
Putri Bung Karno yang biasa saya sapa Mbak Rachma adalah politisi, tokoh pendidikan, dan pendiri Universitas Bung Karno (UBK) ditangkap belasan polisi Jumat pagi, 2 Desember 2016 di kediamannya di Jati Padang, Jakarta Selatan.
Bersama sejumlah aktivis, Mbak Rachma dituduh hendak melakukan makar dan berkomplot menggulingkan pemerintahan yang sah.
Walau dilepaskan dari tahanan di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, pada malam harinya, namun pemeriksaan terhadap Mbak Rachma yang ketika itu adalah salah seorang unsur pimpinan Partai Gerindra terus dilanjutkan secara intens sampai akhirnya menguap tanpa kejelasan. Saat kasus itu terjadi, saya adalah Wakil Rektor UBK dan menjadi juru bicara Mbak Rachma.
Mbak Rachmawati meninggal dunia pada tanggal 3 Juli 2021 di RS Pusat Angkatan Darat karena sakit yang diderita.
Sampai Mbak Rachma meninggal dunia, statusnya sebagai tersangka tidak pernah dicabut. Kasusnya tidak pernah dilanjutkan, menguap begitu saja.
Saya kira di tengah wacana abolisi dan amnesti yang sedang berkembang, sudah sepatutnya pemerintah memperhatikan kepastian hukum atas diri almarhumah Rachmawati.
Presiden Prabowo dan Menko Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra tahu pasti keanehan kasus yang dituduhkan pada Mbak Rachmawati yang pernah menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) di era Susilo Bambang Yudhoyono.
Ketika “kasus tuduhan makar” terjadi, Mbak Rachmawati merupakan Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra yang dipimpin Prabowo. Adapun Prof. Yusril menjadi kuasa hukum yang mendampingi Mbak Rachmawati.
Mbak Rachmawati adalah korban dari penggunaan hukum sebagai alat politik. Semua tuduhan yang dialamatkan kepadanya adalah alat untuk membungkam dirinya yang kritis dan ingin mengembalikan Konstitusi ke naskah asli UUD 1945.
Nama baiknya harus direhabilitasi dan dikembalikan. Bahkan, saya kira negara perlu menyampaikan permintaan maaf khusus. Saya yakin, pemerintah memiliki kebijaksanaan untuk ini.
