Workshop Pertama di Era Prabowo

Penerbangan China Southern dari Harbin, ibukota Provinsi Heilongjiang di Tiongkok, ditunda. Satu hari. Mestinya terbang hari Minggu pagi, lalu transit di Shenzhen yang merupakan salah satu kota besar di Provinsi Guangdong, dan tiba di Jakarta di hari yang sama menjelang tengah malam.

Bila seperti yang direncanakan, maka Senin pagi saya akan mengajar di UIN Jakarta sampai sore, lalu Senin tengah malam ke Semarang jalan darat.

Sejak dua minggu sebelumnya, saya sudah menyanggupi hadir sebagai moderator dalam workshop wartawan yang diselenggarakan United Tractors Group, Selasa malam.

Tapi, seperti tadi saya katakan, penerbangan di Minggu pagi itu ditunda. Satu hari. Mungkin lebih tepat disebut dibatalkan, ya. Sampai kini saya tak tahu mengapa. Tidak ada penjelasan. Saya hanya mengira-ngira, barangkali jumlah penumpang tidak cukup untuk mengisi semua kursi Airbus A321 yang digunakan. Pesawat satu lorong ini lebih panjang dan tentunya punya kursi lebih banyak dari jenis A320 yang umumnya digunakan maskapai Indonesia.

Jarak Harbin yang berada di utara Tiongkok dan Shenzhen yang berada di selatan, sekitar 3.500 kilometer. Diperlukan waktu penerbangan sekitar 5 jam. Barangkali ini rute yang tidak terlalu gemuk alias agak sepi peminat.

Kata teman penterjemah yang menyampaikan kabar pembatalan penerbangan, pihak maskapai China Southern sudah menginformasikan penjadwalan ulang penerbangan dua hari sebelumnya. Tapi travel agent tempat kami membeli tiket tidak melanjutkan informasi itu.

Ya sudah. Soal penundaan penerbangan itu sudah tidak penting lagi. Sudah berlalu, dan konsekuensi dari penundaan penerbangan sudah dapat diatasi.

Senin pagi, seperti yang telah dijadwalkan ulang, pesawat China Southern diberangkatkan tepat waktu. Dan lima jam kemudian tiba di Shenzhen.

Tampilan bandara di dua kota ini sangat kontras. Sama-sama modern. Hanya saja bagian luar Heilongjiang Airport (HLJA) menggunakan gaya arsitektur yang konsisten dengan bangunan-bangunan bergaya Eropa di pusat kota Harbin. Deretan pilar raksasa menampilkan kesan klasik dan antik. Warnanya pun merah bata.

Adapun arsitektur Bao’an International Airport di Shenzhen (SBIA) bergaya futuristik dengan warna perak terang dan permainan cahaya yang maksimal. Sepintas ada kemiripan gaya arsitektur dengan Beijing Capital Internasional Airport (BCIA) yang dibangun menjelang Olimpiade Beijing 2008 dan Beijing Daxing International Airport (BDIA) yang selesai dibangun tahun 2019 lalu.

Kami transit di Bao’an sekitar empat jam sebelum melanjutkan penerbangan ke Jakarta.

Tapi setelah semua penumpang menaiki A321Xn yang dioperasikan China Southern, masalah baru muncul. Pesawat tidak bisa langsung take off. Kesibukan di bandara Hong Kong yang hanya sekitar 25 kilometer dari bandara Shenzhen memaksa penerbangan dari Shenzhen ke arah selatan harus mengalah. Katanya, hal seperti ini sering terjadi.

Setelah satu jam menunggu, akhirnya China Southern diizinkan untuk tinggal landas. Dan setelah terbang hampir lima jam, pesawat mendarat mulus di SHIA Cengkareng. Sudah lewat tengah malam.

Saya meninggalkan bandara lewat pukul 01.00 dan tiba di rumah pukul 02.00. Selasa dinihari.

Istirahat sekitar lima jam, lalu perjalanan ke Semarang pun dimulai. Lewat tol, mulus. Keluar sebentar di Batang karena harus hadir dalam satu online meeting.

Akhirnya saya tiba tepat waktu di Semarang.

Tugas memandu diskusi dengan pembicara Dubes Dino Patti Djalal dan wartawati senior Metro TV Desi Fitriyani berhasil dilaksanakan. Saya kira cukup baik.

Mengawali diskusi, sedikit ice breaking, saya katakan, tidak mudah menjadi moderator dalam workshop ini karena ini adalah workshop wartawan pertama di era Prabowo Subianto.

Juga tidak mudah karena topik yang dibahas adalah soal jurnalisme damai. Dan semakin tidak mudah, karena kedua pembicara yang dihadirkan adalah kelas begawan.

Leave a comment