






Tigapuluh menit lewat tengah malam, saya tiba di rumah duka, di Pondok Pekayon Indah, Bekasi Selatan. Di ruang keluarga, sang tuan rumah tengah dikafankan. Istri dan anak-anaknya duduk bersimpuh di sisi mayit.
Mas Yudhistira ANM Massardi, sang tuan rumah yang tengah dikafankan itu, meninggal dunia, Selasa, 2 April 2024, pukul 21.12 WIB di RSUD Bekasi. Menurut rencana, akan dimakamkan di TPU Pedurenan Bantar Gebang, Rabu siang, 3 April 2024.
Mas Noorca Massardi juga duduk bersila di dekat jenazah, memandang duka ke arah saudara kembarnya. Mas Noorca lahir beberapa menit lebih awal dari Mas Yudhistira, di Subang, Jawa Barat, 28 Februari 1954.
Sudah sejak tiga minggu lalu saya mendengar kabar sakitnya Mas Yudhistira.
Saya sempat bertanya ke adiknya, Mas Adhie Massardi, “Mas Yudhis sakit apa?”
Dijawabnya, “Jantung dan paru-paru. Tapi sekarang paru-paru yang lebih bermasalah…”
Setelah itu saya mengikuti cerita sakit dan perawatan Mas Yudhistira dari akun FB Mas Noorca.
Saat tiba di rumah duka, Mas Adhie menyambut saya di teras rumah. Seperti Mas Noorca dan seluruh anggota keluarga serta semua yang takziah, wajahnya memancarkan duka.
Mas Yudhistira, juga Mas Noorca, dikenal sebagai sastrawan dan penulis novel. Karya-karyanya berseliweran. Di antara yang paling dikenal adalah “Arjuna Mencari Cinta” yang ditulis 1977. Ada juga “Jangan Lupa Bercinta”, “Luka Cinta Jakarta”, “Joni Garang”, “Sajak Sikat Gigi”, “Ding Dong”, “Penari dari Serdang”, dan “Yudhistira Duda”.
Saya mengenal Mas Yudhistira lewat “Mencoba Tidak Menyerah” yang diterbitkan tahun 1996. Novel ini bercerita tentang sebuah keluarga yang harus kehilangan sosok ayah yang dituduh terlibat G30S/PKI. Saya rasa cerita di dalam novel itu tidak tuntas. Seperti menjanjikan sequel, kelanjutan. Pernah hal ini saya tanyakan kepada Mas Yudhistira saat bertemu di rumah Mas Adhie mungkin lebih dari satu dekade lalu.
Mas Yudhis memastikan, cerita di dalam novelnya itu sudah selesai.
Tadi kepada Mas Adhie, saya sampaikan juga hal ini.
“Entah mengapa, saya rasa kisahnya tidak tuntas, dan seperti akan ada kelanjutannya.”
Mas Adhie mendengarkan. Dia tidak ingat, atau tidak membaca novel itu.
“Mencoba Tidak Menyerah” ditulis Yudhis tahun 1977, merupakan salah satu pemenang harapan dalam sayembara menulis yang diselenggarakan Dewan Kesenian Jakarta.
Judulnya ketika diikutkan sayembara: “Aku Bukan Komunis”.
Mas Noorca juga menulis novel bertema peristiwa 1965 dan huruhara setelahnya. Judulnya “September” diterbitkan tahun 2006. Covernya warna hitam legam mengingatkan saya pada cover album Metallica yang dirilis 1991 yang di dalamnya ada lagu “Enter Sandman”, “The Unforgiven”, “Nothing Else Matters”, “Sad But True”, dan yang paling saya suka “Wherever I May Roam”.
Novel “September” yang ditulis Mas Noorca mengingatkan saya pada “My Century” yang ditulis pemenang Nobel Sastra tahun 1999, Gunter Grass dari Jerman.
Soal ini saya ceritakan nanti-nanti.
Menjelang sahur, saat tulisan ini saya cukupkan, saya doakan agar amal ibadah Mas Yudhistira diterima Allah SWT, diampuni dosa dan salahnya, diluaskan dan diterangkan kuburnya, dan ditempatkan ia di sebaik-baik tempat di sisiNya.
Al fatihah.
