Kim Jong Un di Sunchon

Di Hari Buruh, 1 Mei 2020, Pemimpin Tertinggi Korea Utara Kim Jong Un meresmikan pabrik pupuk di Sunchon, Provinsi Pyongan Selatan.

Kemunculan Kim Jong Un ini mematahkan berbagai spekulasi dan fantasi mengenai kesehatan dan keselamatan jiwanya yang ramai dibicarakan dalam dua pekan terakhir.

Continue reading “Kim Jong Un di Sunchon”

Terkait Pengaruh Arab Spring Untuk Saudi, Teguh Santosa: Tidak Bisa Dipaksakan Dengan Resep Generik

Peristiwa Arab Spring sedikit banyak mengubah lanskap politik dan sistem ketatanegaraan di sejumlah negara Arab, baik di Timur Tengah maupun Afrika Afika.

Hingga kini “gelombang perubahan” itu pun masih menyisakan persoalan, seperti di Suriah dan Yaman.

Hal ihwal mengenai akhir dari Arab Spring yang bermula di tahun 2011 ini dibahas dalam diskusi daring yang diselenggarakan Pusat Kajian Tajdid Institute, Jumat sore (1/5).

Diskusi menghadirkan tiga pembicara, yakni pengamat Timur Tengah dan Dunia Islam, Hasibullah Satrawi; Presiden Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Maroko, Teguh Santosa; dan Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri PP Persis, Yusuf Burhanuddin. Diskusi dipandu oleh Prof. Atip Latipulhayat.   

Continue reading “Terkait Pengaruh Arab Spring Untuk Saudi, Teguh Santosa: Tidak Bisa Dipaksakan Dengan Resep Generik”

Lewati Arab Spring Tanpa Pergantian Rezim, Teguh Santosa: Maroko Berhasil Perbesar Pengaruh Di Afrika

Selain mampu melewati Arab Spring tanpa gejolak politik yang berarti, Kerajaan Maroko juga berhasil mengembalikan posisi sebagai pemain utama di benua Afrika.

Sejak era Perang Dingin, khususnya pada pertengahan 1970an, Maroko diganggu kelompok separatis yang ingin memisahkan diri. Kelompok separatis ini ditampung di negara tetangga Aljazair, dan pada masa Perang Dingin mendapat dukungan dari blok Timur, dalam hal ini Uni Soviet, Aljazair, dan Libya.

Menurut Ketua Umum Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Maroko, Teguh Santosa, keberhasilan Maroko membuktikan diri sebagai negara yang menghormati prinsip-prinsip demokrasi membuat negara itu tampil lebih percaya diri dalam memperjuangkan keutuhan wilayah.

Continue reading “Lewati Arab Spring Tanpa Pergantian Rezim, Teguh Santosa: Maroko Berhasil Perbesar Pengaruh Di Afrika”

Hebatnya Maroko, Melakukan Mitigasi Jauh Sebelum Arab Spring

Gelombang perubahan di negara-negara Arab yang dikenal dengan istilah Arab Spring masih menyisakan sejumlah persoalan hingga saat ini.

Dari sekian banyak negara yang sempat dihumbalang Arab Spring, Kerajaan Maroko di Afrika Utara termasuk yang dapat melaluinya dengan baik.

Maroko tidak mengalami gejolak politik yang mengakibatkan kejatuhan rezim seperti yang terjadi di Tunisia, Libya dan Mesir, serta beberapa negara Arab di Timur Tengah.

Continue reading “Hebatnya Maroko, Melakukan Mitigasi Jauh Sebelum Arab Spring”

Terkait Pengaruh Arab Spring Untuk Saudi, Teguh Santosa: Tidak Bisa Dipaksakan Dengan Resep Generik

Peristiwa Arab Spring sedikit banyak mengubah lanskap politik dan sistem ketatanegaraan di sejumlah negara Arab, baik di Timur Tengah maupun Afrika Afika.

Hingga kini “gelombang perubahan” itu pun masih menyisakan persoalan, seperti di Suriah dan Yaman.

Hal ihwal mengenai akhir dari Arab Spring yang bermula di tahun 2011 ini dibahas dalam diskusi daring yang diselenggarakan Pusat Kajian Tajdid Institute, Jumat sore (1/5).

Diskusi menghadirkan tiga pembicara, yakni pengamat Timur Tengah dan Dunia Islam, Hasibullah Satrawi; Presiden Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Maroko, Teguh Santosa; dan Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri PP Persis, Yusuf Burhanuddin. Diskusi dipandu oleh Prof. Atip Latipulhayat. 

Dalam pandangannya, Teguh mengajak untuk melihat kembali proses perubahan yang telah terjadi di Uni Soviet dan Yugoslavia pada awal 1990an. Secara umum dapat dikatakan bahwa perubahan di Eropa Timur itu telah menemukan akhir, walaupun untuk beberapa kasus akhir dari perubahan itu menjadi awal bagi persoalan baru yang muncul.

Berkaca pada Uni Soviet, Teguh mengatakan ada dua kata kunci penting yang menjadi syarat perubahan, yakni glasnost atau keterbukaan dan perestroika atau restrukturisasi struktur politik dan ekonomi.

Dia juga mengatakan, perubahan di suatu negeri, seperti kata Bung Karno, terikat pada hukum natur dan kultur. Dengan demikian tidak ada resep yang bisa dianggap generik dan diberlakukan untuk semua kasus.

“Model yang generik saya kira tidak bisa digunakan. Kita jangan jadi seperti Samuel Huntington dan Francis Fukuyama yang mengidolakan satu model, kemudian memaksa model itu untuk diimplementasikan di negeri-negeri yang lain. Itu menghasilkan chaos,” ujar Teguh yang juga dosen hubungan internasional di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah ini.

Teguh berharap, perubahan lanskap politik di Arab Saudi terjadi secara alamiah. Dia tidak ingin melihat perubahan yang sangat drastis dan bisa mengubah secara total sistem politik negeri para pangeran itu.

Di sisi lain Teguh menilai natur dan kultur khas yang dimiliki Arab Saudi dan keluarga kerajaan akan mencegah perubahan lanskap politik secara drastis.

“Saya berharap ada sistem koreksi internal dari kalangan keluarga kerajaan mereka sehingga mereka bisa memperbaiki apa yang mereka rasa masih kurang,” ujar Teguh.

Senada dengan itu, Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri PP Persis, Yusuf Burhanuddin, mengatakan sejauh ini yang ditampilkan dalam “reformasi” ala pangeran Muhammad bin Salman (MBS) masih bersifat simbolik. Misalnya memberikan kesempatan kepada wanita untuk mengendarai mobil dan berpergian tanpa pengawalan muhrim. Juga membuka tempat hiburan seperti kafe dan kasino.

Alumni Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir, ini juga menilai bahwa faktor keluarga kerajaan Arab Saudi sangat menentukan perubahan. Seperti Teguh, ia berharap perubahan di Arab Saudi tidak terjadi secara drastis.