Ada Baiknya Meluruskan Kembali Peran Sri Mulyani di Balik Skandal Bank Century Sebelum Ia Pergi

Rencana pengunduran diri Sri Mulyani dari kursi Menteri Keuangan dan kepergiannya ke Washington DC untuk menduduki satu dari tiga kursi Managing Director World Bank Group diguyur hujan puji dan caci.

Sementara kalangan, seperti halnya Sri Mulyani sendiri dan Presiden SBY, menganggap bahwa posisi baru yang diberikan kepada Sri Mulyani itu adalah wujud dari kepercayaan luar negeri terhadap kemampuan Indonesia sebagai sebuah negara dan bangsa.

Sementara kalangan lainnya menganggap kepergiaan Sri Mulyani di tengah berbagai kasus melilitnya adalah tindakan yang tidak terpuji. Sri Mulyani, menurut kelompok ini, memiliki beban berat yang tidak elok bila sebelum dipecahkan sudah ditinggal pergi.

Menurut catatan, saat ini setidaknya ada empat kasus yang melilit Sri Mulyani. Pertama adalah kasus yang telah menyedot perhatian publik selama lebih dari lima bulan, yakni skandal dana talangan untuk Bank Century yang membengkak menjadi Rp 6,7 triliun. Kedua, ketiga dan keempat adalah kasus pajak yang terjadi sebelum heboh skandal Bank Century.

Kasus pajak pertama melibatkan pengusaha yang juga dekat dengan Presiden SBY, Siti Hartati Murdaya. Pada akhir Maret 2007 petugas Bea dan Cukai Bandara Soekarno Hatta menangkap kontainer sepatu milik Central Cipta Murdaya (CCM), salah satu perusahaan Hartati Murdaya. Untuk menyelamatkan kontainer itu, Hartati Murdaya mengirimkan surat ke Menteri Keuangan Sri Mulyani. Dan sejak itu, kasus penyelundupan sepatu milik Hartati Murdaya ini tak jelas lagi juntrungannya.

Kasus pajak kedua berkaitan dengan PT Asian Agri milik Sukanto Tanoto. Adalah mantan group financial controller Asian Agri, Vincentius Amin Sutanto, yang melaporkan kasus ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada akhir 2006. Di awal 2007, Ditjen Pajak mengambil alih kasus ini dan memperkirakan kerugiaan negara sebesar Rp 1,4 triliun. Tetapi sampai sekarang, kasus pajak PT Asian Agri ini pun tidak jelas kabar berita dan nasibnya.

Kasus pajak ketiga yang baru belakangan ini diributkan adalah kasus pajak PT Ramayana Lestari Sentosa milik Paulus Tumewu sebesar Rp 399 miliar. Kasus yang terjadi di awal 2007 ini ini telah diperiksa oleh Kejaksaan Agung dan dinyatakan P21 alias lengkap dan siap dilimpahkan ke pengadilan. Namun atas permintaan Sri Mulyani, Jaksa Agung mementahkan kembali kasus ini. Sri Mulyani beralasan, toh Paulus Tumewu yang merupakan adik Eddy Tanzil, akhirnya membayar tunggakan pajak berikut denda. Namun anehnya, jumlah utang pokok dan denda yang dibayarkan jauh dari nilai kewajiban Paulus itu.

Nah, kini kembali ke mega skandal Bank Century yang memicu keraguan publik atas kredibilitas Sri Mulyani.

Kasus ini bermula dari Rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang secara ex officio dipimpin Sri Mulyani, pada tengah malam hingga dinihari 21 November 2008. Saat keputusan diambil, Presiden SBY sedang dalam perjalanan dinas ke benua Amerika.

Ada dua rapat yang digelar di gedung Djuanda, di kompleks Kementerian Keuangan, di Jakarta, kala itu. Rapat pertama dihadiri oleh pejabat otoritas keuangan dan dimaksudkan sebagai forum konsultasi untuk membahas usul Gubernur Bank Indonesia (BI) Boediono yang lebih dahulu menetapkan Bank Century sebagai “bank gagal yang ditengarai berdampak sistemik”.

Kepada KSSK, Boediono mengusulkan agar status Bank Century di-upgrade menjadi “bank gagal yang berdampak sistemik”. Perhatikan, kata “ditengarai” sudah tidak digunakan dalam usul Boediono itu.

Nah, di awal rapat kosultasi yang dihadiri pejabat otoritas keuangan tersebut, Sri Mulyani sempat mempertanyakan usul Boediono itu. Ia meragukan assessment Bank Indonesia. Sri Mulyani tidak sendirian. Beberapa pejabat yang juga hadir ikut men-challenge usul Boediono.

Rapat konsultasi diakhiri setelah lewat tengah malam, dan dilanjutkan dengan rapat tertutup di ruang kerja Sri Mulyani yang dihadiri hanya oleh Sri Mulyani sebagai Ketua KSSK dan Boediono sebagai anggota. Di dalam rapat itulah, diputuskan pengucuran dana talangan untuk Bank Century menyusul status baru yang diberikan, seperti usul Boediono: bank gagal yang berdampak sistemik.

Malam itu, Sri Mulyani hanya menyetujui dana talangan sebesar Rp 632 miliar. Tetapi dalam perjalanannya, hingga Juli 2009, ia mendiamkan pembengkakan yang terjadi hingga Rp 6,7 triliun.

Leave a comment