
Setidaknya ada delapan partai politik yang mendorong bintang iklan kondom Julia Perez maju sebagai calon bupati di kampung halaman Presiden SBY, Pacitan di Jawa Timur.
Itu pengakuan Julia Perez suatu kali.
Dari sekian partai politik itu, yang paling serius tampaknya adalah Partai Hanura besutan Jenderal (purn) Wiranto. Selain Hanura, Partai Gerindra yang didirikan Prabowo Subianto juga dikabarkan tertarik mendukungnya. Begitu juga dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang kini dipimpin Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar. Pemilihan bupati Pacitan akan dilakukan bulan September mendatang.
Keinginan Julia Perez maju dalam pemilihan bupati Pacitan menuai pro dan kontra. Ia dinilai tidak pantas mengingat penampilannya yang seronok kerap mempertontonkan bentuk dan lekuk tubuh secara vulgar. Sementara moralitas, dalam hal ini yang berkaitan dengan urusan “bupati” dan “sekwilda” alias “buka paha tinggi-tinggi” dan “sekitar wilayah dada” bagi sebagian besar masyarakat Indonesia masih penting untuk diperbincangkan.
Di luar itu, Julia Perez juga dikhawatirkan tidak memiliki kemampuan tatakelola pemerintahan yang memadai. Kemampuan ini jelas saja penting untuk dimiliki, sehingga apabila menang dalam pilkada Julia Peres mampu memimpin Pacitan dengan baik dan benar.
Di sisi lain, ada sekelompok anggota masyarakat yang menggunakan pandangan yang mengatakan bahwa semua warga negara memiliki peluang yang sama dalam kompetisi politik, sebagai dasar bagi dukungan mereka terhadap keinginan Julia Perez.
Menurut kalangan ini, kemampuan manajerial pemerintahan dan pengalaman politik seorang kandidat kepala daerah tidak bisa dijadikan jaminan bahwa setelah sang kandidat menang dan berkuasa, dia akan bertindak adil dan mengutamakan kepentingan masyarakat jauh di atas kepentingan pribadi atau golongan.
Kelompok ini juga jengah dan muak dengan kenyataan bahwa berbagai penyimpangan, penyelewengan, korupsi dan kolusi justru dilakukan oleh mereka-mereka yang patut disebut sebagai politisi tulen yang selama ini diasumsikan mengetahui dan memahami aturan hukum, yang selama ini dipercaya akan mendahulukan kepentingan publik.
Kalau politisi tulen tingkahnya bikin bangkrut negara dan rakyat, mungkin artis sekelas Julia Perez bisa berbuat sebaliknya.
Tetapi kalangan lain berpendapat bahwa bila politisi tulen yang diandaikan memiliki kemampuan manajerial pemerintahan serta memahami aturan hukum dan perundangan saja sering kali berbuat salah ketika berkuasa, apalagi orang seperti Julia Perez yang sejauh ini belum diketahui pasti apa modal dasar yang dimilikinya selain, maaf saja, lekuk tubuh dan iklan kondom? Bukankah, akan dengan mudah orang seperti Julia Perez digunakan dan dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan lain tanpa ia, Julia Perez, bisa mengendalikan pihak yang memanfaatkannya itu?
Inilah sebagian dari begitu banyak hal yang diperdebatkan menyusul kabar keinginan Julia Perez mencalonkan diri sebagai bupati di Pacitan.
Untuk sementara, dalam dua hari pertama, poling yang digelarĀ Rakyat Merdeka Online memperlihatkan bahwa jauh lebih banyak responden yang tidak setuju bila Julia Perez maju dalam pilkada Pacitan. Sebanyak 81 persen tidak setuju, dan 17 persen mengatakan setuju.
Akhirul kalam, Anda yang belum memberikan suara, silakan klik pilihan Anda.

kalo mau khusnuzon: mgk ini sbg bentuk ketidakpercayaan berbagai pihak terhadap figur kader partai sendiri tapi kalo mau jujur: ini sbg bukti bahwa pemilu/pilkada adalah perlombaan berebut kekuasaan, jd tak perduli siapa calon yg diusungnya sekalipun “dajjal” yg penting bs meraup suara banyak