21 Februari 1965. Thomas Hagan atau Talmadge X Hayer yang ketika itu baru berusia 22 tahun melangkah memasuki Audubon Ballroom di Manhattan, New York.
Dia tidak datang sendirian. Beberapa pendukung fanatik Elijah Muhammad, salah seorang pendiri Nation of Islam, ikut menemani langkah Hagan menuju podium tempat Malcom X sedang berceramah di depan Organization of Afro-American Unity.
Itu adalah ceramah terakhir Malcom X yang juga dikenal dengan El-Hajj Malik El-Shabazz. Hagan dan teman-temannya melepaskan tembakan beruntun ke arah Malcolm X, mantan murid kesayangan dan tangan kanan Elijah Muhammad, yang kemudian berseberangan dengan sang guru.
“Saya mendengar tembakan susul menyusul. Saya menunduk di lantai, mendorong anak-anak saya ke bawah kursi dan melindungi mereka dengan tubuh saya,” kata Betty Shabazz dalam persidangan di Manhattan beberapa waktu kemudian.
“Ustadz Malcolm dibantai seperti anjing di depan keluarganya,” ujar Peter Bailey, salah seorang teman dekat Malcolm pada peringatan 40 tahun pembunuhan Malcolm X.
Hagan dibebaskan setelah menjalani hukuman penjara seumur hidup. Hari Selasa waktu Amerika Serikat (27/4) untuk pertama kali Hagan meninggalkan lembaga pemasyarakatan Lincoln Correctional Facility yang berada di persimpangan jalan West 110th Street dan Malcolm X Boulevard.
Itu bukan kali pertama ia melangkah keluar dari gedung LP. Sejak Maret 1992 Hagan telah mengikuti program pembebasan yang memungkinkannya berada di luar terali selama lima hari dalam satu minggu. Sejak 1984, menurut catatan CNN ia mengajukan pembebasan dan selalu ditolak.
“Saya sangat menyesal atas keterlibatan saya dalam peristiwa itu. Seharusnya peristiwa itu tidak terjadi,” kata Hagan di depan hakim bulan Maret lalu.
Masih di depan hakim bulan lalu, Hagan mengatakan dirinya membunuh Malcolm X karena tersinggung dengan pernyataan Malcolm X yang menyudutkan Elijah Muhammad.
“Malcolm X berpisah dengan Nation of Islam, dan kemudian terjadi kontroversi karena pernyataannya diarahkan kepada pendiri,” katanya sambil menambahkan bahwa sejarah telah terungkap dan banyak hal yang dikatakan Malcolm X selama hidupnya terbukti benar.
Untuk mendapatkan status bebas, Hagan diminta menjadi pekerjaan agar dapat menghidupi keluarganya. Kepada hakim, Hagan mengatakan dirinya telah memiliki pekerjaan yang sama selama tujuh tahun terakhir. Dari hasil pemeriksaan, dia juga tidak terbukti menggunakan obat-obatan terlarang.
Di bulan Februari 1965 itu, setelah membantai Malcolm X, Hagan mencoba melarikan diri. Tetapi ia tertembak di bagian kaki dan dipukuli massa sebelum diselamatkan polisi.
Selain Hagan, dua pengikut Nation of Islam lainnya juga dihukum dalam peristiwa pembunuhan itu. Keduanya adalah Muhammad Abdul Aziz and Kahlil Islam. Aziz dibebaskan bersyarat pada 1985, sementara Islam bebas tahun 1987.
Namun menurut Hagan, kedua orang itu tidak terlibat dalam pembunuhan Malcolm X.

