Terkuburkah Peluang Fauzi Bowo untuk Tetap Berkuasa

Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo tidak dapat berbuat banyak ketika tim gabungan yang terdiri dari anggota Satpol PP dan Polri bentrok dengan kelompok masyarakat di Koja, Jakarta Utara, kemarin (Rabu, 14/4).

Di saat bersamaan, ayahanda Fauzi Bowo, Djohari Bowo bin R Ardiputro yang sudah seminggu terakhir dirawat di RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta, meninggal dunia.

Praktis, Fauzi Bowo yang merupakan anak tertua di keluarga baru bisa memberikan komentar mengenai kerusuhan di Tanjung Priok, yang sejauh ini diketahui menewaskan dua orang dan melukai sekitar 100 lainnya, pada Rabu malam.

Dalam kesempatan itu Fauzi Bowo berkali-kali membantah kabar burung yang menyebutkan pihak Pemprov DKI Jakarta ingin membongkar makam Mbah Priok di kawasan itu. Dia juga mengatakan telah meminta Wakil Gubernur Prijanto dan jajaran Muspida untuk segera menyelesaikan kasus ini.

Fauzi juga meminta agar semua pihak bisa menahan diri dan tidak memperkeruh suasana.

“Saya harap semua bisa menahan diri, karena kita akan segera rudingkan kembali secepatnya dengan jalan musyawarah,” kata Fauzi seperti dikutip Berita8.

Sebelumnya, Kepala Bidang Informasi Publik Dinas Kominfo dan Kehumasan Pemprov DKI Jakarta, Cucu Ahmad Kurnia, telah mengatakan bahwa Pemprov DKI tidak akan membongkar makam Mbah Priok. Yang dilakukan, sebut Cucu seperti dikutip Berita Jakarta hanyalah membongkar gapura dan pendopo yang ada di areal makam tersebut.

“Sedangkan makam Mbah Priok tidak akan dibongkar dan justru akan dibuat monumen agar lebih bagus lagi dan tetap dapat dikunjungi warga. Karena kami tidak pernah melarang warga untuk mengunjungi makam tersebut,” kata Cucu.

“Pembongkaran hanya terhadap bangunan pendopo karena tidak memiliki IMB. Makam tersebut tidak akan dieksekusi, melainkan akan dibuat monumen,” sambung Cucu.

Situs berira Katakami mencatat bahwa sebelum tahun 1997, lokasi yang kini dikenal sebagai makam Mbah Priok merupakan Tempat Pemakaman Umum (TPU) Dobo yang diisi oleh 28.500 unit makam.

Luas TPU dan kawasan sekitarnya mencapai 145,2 hektar dan berada di Jalan Dobo, Jakarta Utara. Para ahli waris Habib Hasan mengklaim tanah itu sebagai milik mereka berdasarkan hak Eigendom Verponding No 4341 dan No 1780.

Sementara pihak PT Pelindo II mengklaim tanah itu berdasarkan sertifikat Hak Pengelolaan Nomor 1/Koja Utara, yang diterbitkan Kantor Pertanahan Jakarta Utara pada 21 Januari 1987. Dengan sertifikat itu, PT Pelindo II berniat memperluas terminal bongkar muat peti kemas sesuai rencana induk pelabuhan.

Mendengar hal itu, pihak ahli waris melakukan protes dan memeriksa status kepemilikan tanah ke Kantor Pertanahan Jakarta Utara. Kantor Pertanahan Jakarta Utara mengeluarkan surat No 182/09.05/HTPT yang menyatakan, status tertulis tanah di Jalan Dobo itu atas nama Gouvernement Van Nederlandch Indie dan telah diterbitkan sertifikat hak pengelolaan No 1/Koja Utara atas nama Perum Pelabuhan II.

Pada periode 1995-1997, 28.500 kerangka dipindahkan ke TPU Budidarma, Semper, Jakarta Utara. Pada 21 Agustus 1997, kerangka Habib Hasan juga dipindah ke TPU Budidarma.

Namun, pada September 1999, ahli waris kembali membangun makam Mbah Priuk di lokasi lama dan sebuah pendopo tanpa izin Pelindo II dan tanpa izin mendirikan bangunan (IMB). Makam itu sering dikunjungi orang untuk berdoa dan berziarah. Pada 2001, Habib Muhammad bin Achmad sebagai ahli waris Habib Hasan mengajukan gugatan atas tanah tersebut ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara dengan nomor perkara 245/Pdt.G/2001/PN.Jkt.Ut melawan PT Pelindo II. Namun, PN Jakarta Utara menolak gugatan itu. Setelah itu, pihak ahli waris tidak mengajukan banding sehingga putusan pengadilan memiliki kekuatan hukum tetap dan hak atas tanah itu menjadi milik PT Pelindo II.

Pada 2010, PT Pelindo II meminta bantuan hukum dari Pemprov DKI untuk membongkar bangunan pendopo dan karena tidak memiliki IMB dan kawasan itu akan dijadikan perluasan terminal peti kemas.

Kerusuhan yang terjadi di Koja, Jakarta Utara, ini menyisakan begitu banyak pertanyaan. Satu diantaranya adalah pertanyaan mengenai peluang Fauzi Bowo untuk memperpanjang kekuasaannya melalui Pilkada 2012 mendatang. Adakah kerusuhan Koja ini ikut mengubur peluang Fauzi Bowo itu?

One Reply to “”

Leave a comment