Tim Independen Verifikasi Fakta dan Proses Hukum atas Kasus Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah, yang dikenal dengan Tim 8, lahir karena baik Presiden SBY, Kapolri Jenderal BHD dan Jaksa Agung Hendraman Supandji bebal.
“Seharusnyam begitu menyadari mereka bersalah, baik Kapolri dan Jaksa Agung harus menyatakan mundur untuk mempertanggungjawabkan perbuatan. Atau, Presiden, kalau mengetahui bahwa ada bawahannya (Kapolri dan Jaksa Agung) bersalah dan bisa mencemarkan institusi, seharusnya tegas mencopot mereka. Tapi baik Presiden, Kapolri dan Jaksa Agung bebal. Maka lahirlah Tim 8 ini,” ujar jurubicara Komite Bangkit Indonesia (KBI) Adhie Massardie dalam perbincangan dengan Rakyat Merdeka Online beberapa saat lalu (Selasa, 17/11).
Sebut Adhie lagi, pembentukan Tim 8 juga merupakan buah dari kebingungan SBY yang kesulitan mencopot dan menindak orang-orang yang memiliki jasa besar dalam mempertahankan kekuasaannya.
Sementara itu di lapangan Tim 8 memperlihatkan permainan keras dan terkadang off side setelah menyadari bahwa kehadiran mereka dicurigai publik sebagai bagian dari oeprasi mengkriminalisasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Apalagi, dua dari anggota Tim 8, yakni Adnan Buyung Nasution dan Todung Mulya Lubis, sebelumnya adalah anggota Tim 5 yang bertugas mencari pelaksana tugas pimpinan KPK untuk menggantikan Antasari Hamzah, Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah. Dari sudut pandang ini, publik layak curiga, karena Buyung dan Todung tadinya adalah jagal KPK.
Pernyataan keras Tim 8 itu, menurut hemat Adhie, ditujukan untuk menarik simpati publik.
“Tim 8 ini kan mula-mula diarahkan untuk mendukung agenda politik pencitraan presiden. Tapi setelah ada penolakan, mereka mengambil hati publik dengan pernyataan keras yang terkadang terkesan melanggar kewenangan, juga mengancam mundur, memeriksa sejumlah orang secara terbuka. Walaupun dari sudut kepetingan publik, hal itu bagus untuk memperbaiki keadaan,” ujar Adhie lagi.
