Ada tiga hal yang ditawarkan Prof. Bahtiar Effendy untuk memperbaiki kualitas demokrasi dan menyelamatkan reformasi Indonesia.
Ketiga hal itu disampaikannya dalam pidato pengukuhan dirinya sebagai Guru Besar Ilmu Politik di Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, siang ini (Sabtu, 27/6). Sejumlah tokoh nasional, seperti Menteri Negara BUMN Sofyan Djalil, Syafii Maarif, Akbar Tanjung, Yusuf Wanandi, Fuad Bawazier menghadiri pidato pengukuhan yang diberi judul “The State of Our Democracy: Menata Ulang Gagasan dan Praktik Demokrasi di Indonesia”.
Hal pertama adalah pentingnya menata kembali sistem multipartai yang dimiliki Indonesia. Bila tetap menggunakan sistem proporsional, maka dia mengusulkan electoral dan parliamentary threshold sebesar lima persen. Atau, bisa juga dengan mengintrodusir sistem distrik yang dapat menyeleksi partai politik.
Hal kedua yang ditawarkannya adalah penguatan lembaga parlemen Indonesia. Dia menyoroti peranan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang tidak jelas, yang tidak mempunyai hak legislasi dan hak kontrol. Selain itu, peran Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pun menjadi tidak jelas karena Indonesia setengah menganut sistem bicameral.
Hal terakhir berkaitan dengan hubungan pusat daerah dan otonomi daerah yang menurut Bahtiar telah menimbulkan implikasi lain pascareformasi, dimana setiap kepala daerah, baik di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, dipilih langsung. Hal ini berimplikasi pada relasi antara kepala daerah dan kepala negara.
