Pengantar Peristiwa 10 November

DARI Batara R Hutagalung.

Terlebih dahulu kepada sahabatku Bambang Sulistomo, putra Bung Tomo, saya menyampaikan Selamat Atas Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional Kepada Bung Tomo. Walaupun penganugerahan ini terlambat puluhan tahun, karena Bung Tomo tidak selalu sejalan dengan penguasa di masa lalu. Nama Bung Tomo tidak dapat dipisahkan dengan perjuangan rakyat Indonesia di Surabaya pada bulan Oktober dan November 1945.

Setiap tanggal 10 November, bangsa Indonesia memperingati Hari Pahlawan, untuk mengenang perjuangan rakyat Surabaya melawan tentara Inggris, untuk mempertahankan kemerdekaan yang telah diproklamasikan pada 17 Agustus 1945.

Namun berapa banyak orang Indonesia yang mengetahui, mengapa Inggris pada waktu itu mengerahkan kekuatan militer terbesarnya –angkatan darat, laut dan udara- setelah Perang Dunia usai, untuk menghancurkan kota Surabaya? Mengapa Inggris mengirim Divisi V, yang memenangkan pertempuran melawan tentara Jerman di bawah komando Marsekal Erwin Romel, perwira Jerman yang legendaris, dalam pertempuran di El Alamein, Afrika?

Apa dan di mana akar permasalahannya sehingga pemenang Perang Dunia II itu secara membabibuta melakukan pengeboman terhadap satu kota yang mengakibatkan tewasnya sekitar 20.000 penduduk, yang sebagian besar adalah penduduk sipil –non combatant- termasuk wanita dan anak-anak?

Berapa banyak orang Indonesia yang mengetahui mengenai pertempuran heroik di Surabaya pada 28/29 Oktober 1945, di mana tentara Inggris, yang baru saja memenangkan Pernag Dunia II di Eropa melawan Jerman dan Asia Tenggara melawan Jepang, oleh rakyat Indonesia dipaksa mengibarkan BENDERA PUTIH?

Dalam pertempuran dahsyat tersebut, boleh dikatakan seluruh sukubangsa Indonesia diwakili oleh para pemudanya di Surabaya mempertahankan kemerdekaan yang baru diproklamaasikan dua bulan sebelumnya.

Apabila pada 28 Oktober 1928 para pemuda di jajahan Belanda mencetuskan kehendak untuk memiliki Satu Nusa, Satu Bangsa dan Satu Bahasa, maka TEPAT 17 TAHUN KEMUDIAN, yaitu pada 28 Oktober 1945, keinginan tesebut memperoleh wujud nyata. Para pemuda bersatu padu dengan satu tekad, mengorbankan jiwa untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.

Pada 9 November 1945 pukul 14.00, disebarkan pamphlet di atas kota Surabaya yang berisi ultimatum Panglima Divisi V tentara Inggris, Mayor Jenderal RC Mansergh, di mana diberikan dua alasan, yaitu:

Pertama, orang Indonesia di Surabaya pada 28 Oktober 1945 secara licik dan tanpa sebab telah menyerang tentara Inggris, yang datang untuk melucuti tentara Jepang, membantu tawanan perang dan interniran sekutu dan memulihkan hukum dan ketertiban.

Kedua, dalam penyerangan tersebut yang mengakibatkan prajurit Inggris terbunuh, luka-luka atau hilang, wanita dan anak-anak dibantai dan akhirnya dengan keji membunuh Bigadir Jenderal Mallaby, yang berusaha melaksanakan gencatan senjata yang telah dilanggar oleh orang Indonesia.

Oleh karena itu Mansergh mengancam, apabila rakyat Surabaya tidak mematuhi perintahnya secara penuh sampai paling lambat pada 10 November pukul 06.00, maka dia akan mengerahkan seluruh kekuatan yang dimilikinya dan orang-orang Indonesia yang tidak mematuhi perintahnya, akan bertanggungjawab atas pertumpahan darah yang akan timbul.

Perintahnya antara lain:
“Seluruh pemimpin bangsa Indonesia termasuk pemimpin-pemimpin Gerakan Pemuda, Kepala Polisi dan Kepala Radio Surabaya harus melapor ke Bataviaweg pada 9 November jam 18.00. Mereka harus datang berbaris satupersatu membawa senjata yang mereka miliki. Senjata-senjata tersebut harus diletakkan di tempat berjarak 100 yard dari tempat pertemuan, setelah itu orang-orang Indonesia itu harus mendekat dengan kedua tangan mereka di atas kepala mereka dan akan ditahan, dan harus siap untuk menandatangani dokumen menyerah tanpa syarat.”

Mansergh telah menyusun perintahnya yang sangat merendahkan dan menghina pimpinan Indonesia, sehingga tidak akan mungkin dipenuhi oleh pihak Indonesia, terutama kalimat: “harus mendekat dengan kedua tangan mereka di atas kepala mereka dan akan ditahan, dan harus siap untuk menandatangani dokumen menyerah tanpa syarat.”

Dengan formulasi yang sangat keras dan kasar ini, Mansergh pasti memperhitungkan, bahwa pimpinan sipil dan militer di Surabaya tidak akan menerima hal ini, sebab apabila pimpinan bangsa Indonesia menandatangani pernyataan MENYERAH TANPA SYARAT, berarti melepaskan kemerdekaan dan kedaulatan yang baru saja diproklamasikan pada 17 Agustus 1945.

Ternyata kedua alasan yang dikemukakan oleh Meyjen Mansergh tidak benar, dan bahkan sebaliknya, yaitu pihak tentara Inggris yang telah melanggar gencatan senjata sehingga terjadi tembak-menembak yang mengakibatkan tewasnya komandan Brigade 49, Brigadir Jenderal AWS Mallaby.
Apabila kedua alas an tersebut tidak benar, maka apa alas an Inggris yang sebenarnya?

Berikut ini saya sampaikan cuplikan dari buku Batara R. Hutagalung “10 November ’45. Mengapa Inggris Membom Surabaya? Millenium Publisher, Jakarta Oktober 2001, xvi + 472 halaman.

Semoga tulisan ini dapat memberikan informasi mengenai peristiwa yang setiap tahun, pada 10 November, diperingati oleh bangsa Indonesia.

Jakarta, 8 November 2008.

Batara R Hutagalung

Leave a comment