KALI ini saya ditemani Amartya Sen. Ekonom yang juga filsuf, peraih Nobel 1998 untuk bidang ekonomi.
Seperti beberapa profesor yang saya kenal di University of Hawaii, ia juga mengkritik habis teori benturan antarperadaban Samuel Huntington sebagai sebuah teori yang cacat metodologi dan lebih parah lagi sangat bertolak belakang dengan realita.
Setidaknya, menurut Amartya Sen dalam Identity and Violence: the Illusion of Destiny yang tahun lalu dialihbahasakan oleh penerbit Marjin Kiri menjadi Kekerasan dan Ilusi tentang Identitas, teori benturan antarperadaban yang dipopulerkan Huntington di awal era 1990-an dan menjadi semakin populer di “dunia Barat” pasca peristiwa 11 September 2001 memiliki dua kelemahan fundamental.
Kelemahan pertama berkaitan dengan karakter tunggal yang diberikan Huntington pada masing-masing peradaban yang dipilihnya, seperti peradaban Barat, Islam, Hindu, dan Budha. Pada kenyataannya, tidak ada seorang manusia pun di muka bumi ini yang lahir dengan karakter identitas tunggal.
Continue reading “Ke Honolulu bersama Amartya Sen dan Identitas yang Mengada-ada”
