HAKIM menghukum harian ini membayar ganti rugi Rp 220 juta.
Celetukan kecewa berkali-kali terlontar di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kemarin. Hadirin bereaksi spontan saat hakim membacakan pertimbangan hukum yang memberatkan Koran Tempo.
Dikutip dari Koran Tempo, edisi Jumat, 4 Juli 2008.
Suara hadirin meledak waktu hakim menyatakan Koran Tempo bersalah dan harus meminta maaf di selusinan media cetak dan televisi.
“Berita dan gambar itu harus dicabut. Tergugat harus meminta maaf,” kata ketua majelis hakim Eddy Rusdianto.
“Huuu…,” hadirin kompak menimpali.
Hakim memenangkan PT Riau Andalan Pulp and Paper, perusahaan milik taipan Sukanto Tanoto, yang menggugat Koran Tempo. Hakim menghukum harian ini membayar ganti rugi Rp 220 juta.
Keputusan itu sekali lagi membuktikan mitos bahwa Pengadilan Jakarta Selatan adalah tempat angker bagi jurnalis.
“Hari ini Pengadilan Jakarta Selatan kembali jadi kuburan bagi pers independen,” kata seorang pengunjuk rasa dari Komite Anti Perusakan Hutan Indonesia seusai sidang.
Sejak 1999, Pengadilan Jakarta Selatan paling tidak telah membui tiga jurnalis. Kasus-kasus perdata di pengadilan ini pun berujung pada kekalahan wartawan.
Pada 1999, pengadilan ini menghukum Pemimpin Redaksi Majalah Matra Nano Riantiarno 5 bulan penjara dan masa percobaan 8 bulan. Ketua majelis hakim T.H.S. Pardede memvonis Nano bersalah atas tuduhan menyebarkan gambar yang menyinggung kesusilaan.
Pada 2003, pengadilan ini menghukum bekas Pemimpin Redaksi Rakyat Merdeka Karim Paputungan 5 bulan penjara dengan masa percobaan 10 bulan. Ketua majelis hakim Asnah Wati menilai Karim sengaja menyerang nama baik Akbar Tandjung.
Tak lama berselang, pengadilan ini menghukum Soepratman, Redaktur Rakyat Merdeka, 6 bulan penjara dengan masa percobaan 12 bulan. Ketua majelis hakim Zoeber Djajadi menghukum terdakwa bersalah dengan tuduhan menyerang nama baik Megawati Soekarnoputri.
Pada tahun yang sama, giliran Pemimpin Redaksi Koran Tempo Bambang Harymurti jadi korban. Ketua majelis hakim I Dewa Gde Putra Jadnya memvonis Bambang mencemarkan nama baik Texmaco dan pemiliknya, Marimutu Sinivasan. Harian ini dihukum meminta maaf di media nasional dan lokal. Pengadilan tinggi mengukuhkan putusan ini, tapi Mahkamah Agung memenangkan Koran Tempo.
Pada Januari 2004, pengadilan ini kembali menghajar kalangan pers. Majelis hakim yang dipimpin Zoeber Djajadi menilai Koran Tempo mencemarkan nama baik pengusaha Tomy Winata. Hukumannya, meminta maaf dan membayar ganti rugi US$ 1 juta. Namun, di tingkat banding dan kasasi, Koran Tempo menang.
Namun, pada September 2006, Pengadilan Jakarta Selatan sempat menyimpang dari mitosnya. Saat itu majelis hakim membebaskan Redaktur Rakyat Merdeka Teguh Santosa dari dakwaan penodaan agama. Sidang ini dipimpin Andi Samsan Nganro, yang dikenal bereputasi baik dalam memutus kasus-kasus pers.
