Komnas HAM: Jangan Sampai Polisi Ciptakan Teror Baru

KOMNAS HAM menerima informasi yang menyebutkan bahwa polisi telah menggunakan elemen Densus 88 Anti Teror Mabes Polri untuk menangkapi demonstran yang tak setuju dengan kenaikan harga BBM.

”Kami ingin memastikan informasi ini. Semoga (informasi ini) tidak benar. Densus 88 didirikan untuk mengejar jaringan teroris. Sementara demonstrasi yang terjadi saat ini berkaitan dengan perbedaan pendapat,” kata Yoseph Stanley Adi Prasetyo, Komisioner bidang Penyuluhan Komnas HAM.

Komnas HAM, kata Stanley, juga ingin memastikan bahwa polisi tidak menggunakan kekerasaan dan melakukan pelanggaran HAM dalam menangani demonstrasi menentang kenaikan harga BBM.

”Bila ada unsur tindak pidana, silakan diusut. Itu adalah kewenangan polisi. Yang penting, polisi bekerja secara proporsional dan profesional. Polisi harus mengingat bahwa unjuk rasa adalah hak setiap orang di sebuah negara demokratis,” ujarnya lagi.

Polisi memang memiliki hak untuk melakukan penggerebekan, seperti yang dilakukan terhadap markas Temu Alumni Lintas Generasi (Tali Geni) dan Komite Bangkit Indonesia (KBI). Namun, Stanley mengingatkan, polisi perlu memperhatikan agar tindakan itu tidak menjadi teror baru yang menghantui masyarakat.

”Polisi sebagai aparat penegak keamanan jangan sampai menciptakan teror baru,” ujar dia.

Pada bagian lain, Stanley menyoroti sikap Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Syamsir Siregar yang menurutnya tidak proporsional. Seharusnya, Syamsir memberikan laporan hanya kepada end user, bukan kepada media massa secara terbuka.

Bila Syamsir mempertahankan gaya seperti ini, maka publik akan menilai bahwa kini ”pola lama” kembali bekerja untuk membungkam perbedaan pendapat.

Leave a comment