Nyaris Kosong, Kantor Rizal Digerebek

MABES Polri tadi malam akhirnya menggeledah kantor Komite Bangkit Indonesia (KBI) di Jalan Tebet Barat Dalam, Tebet, Jakarta Selatan. Dari kantor lembaga yang dipimpin ekonom Rizal Ramli itu, polisi menyita CD berisi pidato Rizal dan rekaman aktivitas KBI.

Kantor Komite Bangkit Indonesia (KBI) digeledah dalam keadaan nyaris kosong. Sepanjang siang hingga sore kemarin, semua aktivis KBI sibuk di Hotel Bumikarsa, Bidakara. Di tempat itu, Ketua Umum KBI Rizal Ramli menjelaskan posisi organisasi yang didirikannya akhir tahun lalu, dan membantah tuduhan dirinya berada di balik demonstrasi tanggal 24 Juni.

Jurubicara KBI Adhie Massardi ang dihubungi tadi malam, curiga polisi sengaja menunggu kantor di kawasan Tebet Barat Dalam itu kosong sebelum melakukan penggeledahan.

”Semoga mereka tidak meletakkan benda-benda yang bukan milik kami di kantor KBI,” katanya.

”Mestinya, kalau mau menggeledah lakukan di kami berada di kantor,” katanya lagi sambil menambahkan bahwa mereka sudah mendengar rencana polisi menggeledah kantor KBI sejak beberapa hari lalu.

Penggeledahan seperti ini, sambung bekas jurubicara presiden Gus Dur ini, merupakan pembunuhan karakter organisasi, sebab di mata publik, apapun yang digeledah sudah pasti salah.

Yang jelas, tambah dia, penggeledahan ini memperlihatkan bahwa pemerintah sungguh takut menghadapi gagasan ekonomi baru yang ditawarkan KBI. ”Jalan ekonomi yang kami tawarkan berbahaya bagi pemerintahan SBY yang menganut paham neoliberal,” kata Adhie lagi.

Terakhir, Adhie mengutip pesan politik Gus Dur dan Amien Rais yang petang tadi bertemu di acara KBI. ”Penderitaan yang dialami rakyat jauh lebih besar dari rasa ketakutan kita,” katanya mengutip Gus Dur dan Amien.

Dia juga berharap setelah meneliti dan menyelidiki semua aktivitas dan gagasan yang ditawarkan KBI, polisi akan berbalik arah dan mendukung mereka.

”Polisi adalah bagian dari masyarakat kita, juga menjadi korban kenaikan harga BBM. Saya optimis, setelah mereka menyelidiki dan mempelajari semua aktivitas kami dan alternatif yang kami tawarkan untuk menyelamatkan ekonomi negara lewat cara-cara yang bermartabat dan berdaulat, polisi akan balik mendukung kami,” urainya.

”Sudah sepantasnya sesama korban pemerintah yang tidak prorakyat bersatu,” sambungnya.

Jurubicara KBI Ibrahim G. Zakir kepada Rakyat Merdeka mengatakan, penggeledahan itu tak membuat pihaknya terindimidasi. KBI justru mempersilakan polisi meneliti dan menyelidiki semua aktivitas dan gagasan mereka mengenai jalan ekonomi baru yang lebih bermartabat dan prorakyat.

“Sudah jelas KBI berada di barisan terdepan menentang kebijakan pemerintah yang menyengsarakan rakyat, termasuk kenaikan harga BBM. Menurut hemat kami, kebijakan inilah yang telah memicu keresahan di tengah masyarakat, karena kehidupan masyarakat semakin berat,” katanya.

Sementara itu, kemarin siang Ketua Umum KBI Rizal Ramli yang juga dituding berada di balik kerusuhan demonstrasi tanggal 24 Juni akhirnya buka mulut.

Dalam jumpa pers yang digelar di Hotel Bumikarsa, Bidakara, Jakarta Selatan, kemarin, Rizal mengatakan Badan Intelijen Negara (BIN) dan polisi tak punya alasan kuat untuk menangkap dirinya.

Menurut Rizal, pada saat demonstrasi terjadi dia sedang berada di tengah ribuan santri di Cirebon, untuk mempromosikan ”jalan baru” bagi Indonesia.

Kata Rizal, sikapnya cukup jelas. Pertama, dia menentang kenaikan harga BBM. Menurutnya, keputusan mencabut subsidi BBM adalah akal-akalan pemerintah. Masih banyak jalan yang dapat ditempuh untuk menyelamatkan APBN negara, ujarnya. KeduaRizal dirinya dan KBI yang dipimpinnya sama sekali tidak setuju dengan cara-cara kekerasan dalam menyatakan pendapat.

”KBI menentang kekerasan, baik yang dilakukan masyarakat, maupun yang dilakukan pemerintah,” katanya didampingi Jurubicara KBI Adhie Massardi dan Ibrahim G. Zakir.

Agresivitas sekelompok kecil demonstran di tanggal 24 Juni, masih kata Rizal, dipicu tindakan represif aparat keamanan sebelumnya. Tindakan aparat keamanan yang turut memperpanas suasana, menurut dia, antara lain seperti yang tampak saat polisi menyerang kampus Universitas Nasional (Unas) tanggal 24 Mei. Seorang mahasiswa Unas, Maftuh Fauzi, pekan lalu meninggal dunia akibat aksi kekerasan itu.

Setelah membantah tuduhan berada di balik demonstrasi di tanggal 24 Juni, Rizal mengatakan, satu-satunya demo yang diikutinya adalah di tanggal 20 Mei, bersamaan dengan peringatan 100 tahun Hari Kebangkitan Nasional. Dalam demonstrasi itu, Rizal dan ribuan demonstran juga sempat long march dari Bundaran HI menuju Istana Merdeka.

”Unjuk rasa ini berakhir damai, dan dijaga oleh Kapolres Jakarta Pusat yang sangat simpatik,” ujar Rizal lagi.

Pada bagian lain, Rizal mengatakan saat ini tengah terjadi upaya sistematis untuk memberikan stigma anarkis dan kekerasan terhadap gerakan demokrasi yang memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan rakyat.

”Proses stigmatisasi tersebut dilakukan dengan menggunakan konsep dan kosa kata ala Orde Baru, seperti dalang mendalangi dan tunggang menunggangi. Juga penculikan,” demikian Rizal.

Sore harinya, di tempat yang sama, bekas presiden Gus Dur dan bekas ketua MPR Amien Rais menggelar pertemuan tertutup dengan sejumlah tokoh gerakan.

Menurut informasi yang diperoleh Rakyat Merdeka, dalam pertemuan itu Gus Dur dan Amien sepakat untuk mengawal perjalanan Pansus BBM.

Sebelum memasuki ruang pertemuan, Amien mengatakan bahwa minyak bumi yang begitu melimpah di negeri ini telah berubah menjadi kutukan.

Senada dengan Amien, Gus Dur mengatakan, permainan minyak di tanah air dikuasai segelintir mafia.

Leave a comment