SEKITAR pukul 7.30 pagi itu, Senin lalu (11/2), ketika Perdana Menteri Xanana Gusmao mendengar berita tentang penembakan di rumah Presiden Jose Ramos Horta.
Sekretaris Pertahanan menyarankan Xanana untuk tetap tinggal di rumah sampai ada keterangan lebih lanjut mengenai informasi itu. Namun Xanana menolak. Ia ingin turun ke Dili melihat langsung apa yang terjadi. Maka berangkatlah ia ditemani beberapa anggota pasukan kawal pribadi.
Cerita tentang detik-detik menjelang penembakan yang juga dialami Xanana itu disampaikan Kirsty Sword Gusmao, istri sang perdana menteri dari sebuah tempat persmbunyian di sekitar Dili, kepada koran Australia, The Age.
Bersama tiga anaknya dan anggota keluarga yang lain, Kirsty yang berasal dari Melbourne, Asutralia itu, kini berada dalam pengawalan pasukan PBB di sebuah tempat yang dirahasiakan.
“Sekitar pukul 7.30 pagi, supir Xanana datang dan memberitahu kami bahwa tengah terjadi insiden yang melibatkan Jose Ramos Horta dan ada kabar yang belum dikonfirmasi menyebut Horta tertembak. Kami disarankan oleh Sekretaris Pertahanan untuk tetap tinggal di rumah sampai ada informasi selanjutnya,” cerita Kirsty.
“Tetapi Xanana begitu peduli dengan kabar tersebut dan memilih untuk turun ke Dili,” sambungnya.
Beberapa saat setelah Xanana meninggalkan rumah, penasihat Kirsty mengabarkan kehadiran beberapa orang bersenjata di sekitar rumah mereka.
“Perhatian pertamaku adalah anak-anak yang baru saja mau berangkat sekolah. Saya segera memakaikan mereka baju dan menyembunyikan mereka di bawah tempat tidur. Saya tidak tahu berapa banyak orang bersenjata itu,” ujarnya lagi.
“Saya duduk rapat bersama anak-anak dan menenangkan mereka. Saya katakan bahwa ada orang yang tidak senang dengan Ayah (Xanana) dan mungkin mau melakukan kekerasan. Tetapi itu tidak ada kaitannya denganmu (anak-anak), dan tidak ada yang akan melukaimu.”
“Tentu saja dalam hati saya tidak yakin apa yang sebenarnya terjadi. Saya tidak akan kaget bila tiba-tiba ada peluru yang melesat masuk lewat jendela,” masih cerita Kirsty.
Setelah menenangkan anak-anaknya, Kirsty berusaha menghubungi Xanana. Telepon tersambung, namun di seberang sana dia mendengar suara tembak menembak yang begitu mengerikan. Itulah saat ketika kelompok pemberontak pimpinan Reinado berusaha membunuh Xanana.
Ketegangan di rumah Kirsty mulai mereda ketika beberapa pengawal keluarga mereka berbicara dengan kelompok bersenjata itu. Beberapa dari pengawal Xanana ternyata ada yang mengenali pasukan Reinado. Mereka lalu berbicara baik-baik, dan menjelaskan bahwa Xanana tidak berada di rumah, melainkan dalam perjalanan ke Dili.
“Pengawal saya yang begitu berani, anggota pasukan keamanan Timor Leste, berhasil bernegosiasi dengan kelompok bersenjata itu, yang beberapa diantaranya dia kenali secara personal. Saya kira mereka meyakinkan kelompok bersenjata itu bahwa Xanana tidak berada di rumah.”
Ketegangan Kirsty berakhir setelah pasukan khusus Portugis tiba di rumahnya. Ia dan anak-anaknya dibawa ke Dili, dan bertemu dengan Xanana.
Kirsty yang pernah bekerja sebagai mata-mata Timor Leste di masa revolusi dulu percaya bahwa selalu ada usaha pihak-pihak tertentu untuk menghabisi Xanana. Namun begitu dia memilih tetap tinggal di Timor Leste bersama Xanana dan anak-anaknya, serta rakyat Timor Leste.
