Menjawab Tantangan Megawati Soekarnoputri

myRMnews – Dalam peringatan HUT PDI Perjuangan di kantor DPP PDIP Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Kamis (10/12) lalu, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menantang kader muda partai berlambang banteng itu untuk berani tampil sebagai pemimpin.

Menurut Megawati, panggung politik nasional saat ini dido­mi­nasi wajah-wajah lama karena be­lum ada tokoh muda yang berani me­ngambil tanggung jawab. Se­riuskah tantangan Mega itu? Be­rikut wawancara Rakyat Merdeka dengan Benny Pasaribu, Ketua Balitbang DPP PDIP, salah seo­rang kader muda PDIP yang te­ngah mempersiapkan diri men­jadi calon gubernur Sumatera Utara.

MENURUT Anda, seriuskah pernya­taan Megawati Soekar­no­putri menantang kader muda PDIP untuk tampil sebagai pe­mimpin?
Tantangan ini sebenarnya su­dah beberapa kali disampaikan Ibu Mega. Menurut Saya, itu tan­tangan yang serius dan sudah se­patutnya dijawab oleh kader par­tai. Dan untuk merespons tan­ta­ngan itu, beberapa waktu lalu mi­sal­nya, Saya telah me­nya­takan si­ap memimpin Suma­tera Utara.

Itu berarti, Saya memang harus turun ke lapangan, ke desa, ke sa­wah dan perbukitan. Saya harus merebut simpati masyarakat agar didukung. Itu yang Saya lakukan terus-menerus sejak 1981, saat Saya aktif di Puskud Sumatera Utara. Kalau kekurangan pupuk terjadi di Serdang Bedagai, Deli Serdang, Labuhan Batu, Asahan, Si­malungun, Samosir, Tapanuli Utara, bukan bupati atau guber­nur yang mereka hubungi, tetapi Saya.

Secara konsisten pula, sejak lu­lus dari IPB, Saya tetap bersama pe­tani. Tidak hanya di Sumatera Utara, tetapi di berbagai provinsi. Sa­at ini pun, Saya aktif di HKTI se­bagai Ketua Harian. Memang sudah seharusnya kader partai bekerja keras dan turun ke bawah. Seperti disampaikan Pak Tau­fik Kiemas, Saya setuju bahwa ka­der yang baik tidak hanya bisa ber­seminar tanpa turun ke bawah. Se­baik-baiknya kader adalah yang menghargai pendidikan se­kaligus turun ke lapangan mem­bantu rakyat menjawab persoalan yang mereka hadapi. Saya merasa su­dah memenuhi kedua hal itu.

Apakah Anda merasa pidato Mega tersebut juga merupakan dukungan moral?
Terus terang, Saya merasa seperti mendapat angin. Bahkan, secara eksplisit beliau mengata­kan yang sudah berumur 60 tahun ke atas, bahkan 50 ke atas, sudah cukup. Saya merasa bahwa Ibu Mega dan Pak Taufik sudah melihat bah­wa harapan kemajuan bangsa dan partai ini ada di tangan gene­rasi muda. Mudah-mudahan, apa yang disampaikan Ibu Mega da­pat Saya penuhi.

Dari delapan bakal calon gu­bernur Sumut yang digodok PDIP, ada dua kader partai, yak­ni Anda dan Rudolf Pardede yang kini menjabat sebagai gu­bernur. Siapa yang lebih dekat de­ngan kriteria itu?
Dari yang saya perhatikan, incumbent yang baru satu periode sering diberi kesempatan untuk periode selanjutnya. Dari sudut pan­dang ini, yang berhak tam­paknya adalah Rudolf Pardede. Se­lain kader, dia berpengalaman ja­di gubernur. Tapi, seperti yang dikatakan Bu Mega, sudah saatnya bangsa dan par­tai ini memberi kesempatan kepada kader yang lebih muda. Ka­rena usia saya masih di bawah 50, saya merasa seperti mendapat angin.

Sejak kapan Anda berpikir mencalonkan diri menjadi gu­bernur?
Saya menyampaikan keinginan itu tahun 2003. Tetapi ketika itu, PDIP memilih Tengku Rizal Nur­din berpasangan dengan Rudolf Par­dede. Saya pun menerima keputusan tersebut. Terakhir, bulan September lalu, didorong oleh pernyataan yang disam­pai­kan DPP berulang kali—bahwa generasi yang lebih muda akan diberi ke­sem­patan—Saya men­daf­­tarkan di­ri jadi bakal calon gubernur. Kalau hal itu tidak disam­pai­kan DPP, mungkin Saya akan te­rus berpikir, jangan-jangan kursi Gu­bernur Sumatera Utara kali ini pun memang untuk Pak Rudolf.

Apa persoalan besar yang di­ha­dapi Sumatera Utara?
Yang jelas, ekonomi rakyat su­dah terpuruk, dan pemerintah ke­li­hatannya tidak begitu mem­per­hatikan hal ini. Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan, Su­matera Utara berada pada po­sisi tiga tertinggi dalam hal pe­ngang­guran dan empat tertin­ggi dalam hal jumlah orang miskin. Selain itu, lebih dari setengah jumlah desa di Sumatera Utara masuk kategori miskin. Sekarang listrik saja lebih banyak mati daripada hidup. Saya benar-benar prihatin melihat kondisi ini. Padahal, Sumatera Utara me­mi­liki potensi alam yang sangat kaya. Sawit yang paling bagus kua­litas­nya di dunia berasal dari Su­matera Utara. Begitu juga de­ngan karet, co­kelat, kopi, dan teh. Semua itu, be­tul-betul meng­hasilkan devisa.

Kemajuan Sumatera Utara adalah kemajuan negara. Kalau hanya mengandalkan migas, se­lain merusak lingkungan, Saya ki­ra kita membebani generasi yang akan datang. Potensi pariwisata juga sangat ba­gus. Ada Tanah Karo, Pantai Cer­min, atau Danau Toba di ke­ting­gian 1.300 meter di atas per­mu­kaan laut. Kalau diop­ti­malkan, Danau Toba bukan ha­nya untuk pariwisata, tetapi juga bisa menjadi pembangkit listrik te­naga air yang murah. Bayang­kan, dengan posisi berada 1.300 meter di atas permukaan laut, tur­bin dapat hidup berkali-kali de­ngan air yang sama.

Menurut Anda, ini adalah kegagalan pemerintah daerah atau merupakan fenomena nasional?
Bisa keduanya. Tetapi bila di­beri kesempatan dalam lima ta­hun, Saya akan membalik kea­daan. Yang harus dilakukan ada­lah kembali membangun sektor per­tanian, peternakan, dan per­kebunan serta wisata. Ini penting untuk menambah la­pangan pekerjaan serta me­ning­katkan penghasilan dan penda­pa­tan rakyat. Saya yakin kalau pe­tani, buruh, dan nelayan makmur, ne­gara pun akan ikut kuat, dan Sumatera Utara akan sejahtera.

Seberapa besar Anda yakin Megawati dan DPP PDIP akan committed dengan tantangan itu?
Saya yakin telah memenuhi kriteria yang ditetapkan DPP dan Ibu Mega. Tinggal terserah ke­pada DPP. Saya patuh dan tunduk pada apa pun yang diputuskan DPP. Seperti dikatakan Bung Karno, sa­lah satu karakter bangsa dan ma­nusia Indonesia adalah satu­nya perkataan dengan perbuatan. Sa­ya kira, DPP PDIP masih me­megang teguh hal itu. rm

Leave a comment