myRMnews – Anggota Komisi VII DPR Ade Daud Nasution adalah orang pertama yang memberikan kesaksian bahwa koruptor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Agus Anwar duduk berdampingan dengan Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro di sela-sela Konferensi Perubahan Iklam Dunia (UNCCC) di Bali.
Dalam diskusi “Gerakan Melawan Serangan Balik Koruptor” di Hotel The Sultan, Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Minggu (30/12), politisi Partai Bintang Reformasi (PBR) ini kembali memberikan kesaksian baru. Disebutkan, Agus Anwar yang mengemplang dana BLBI senilai 47,3 juta dolar AS ini ternyata juga duduk tepat di belakang Kapolri Jenderal Sutanto.
“Dengan fakta seperti ini kita sudah sepantasnya bertanya apakah pemerintahan SBY serius untuk menyelesaikan kasus BLBI dan KLBI,” kata Ade.
Menurut Ade, jangan sampai mereka yang ditangkap pemerintah adalah koruptor kelas kecil selevel kepala daerah.
Ade juga menyebutkan, biaya operasional KPK untuk 2007 mencapai Rp 600 miliar. Tetapi, duit koruptor yang dikembalikan ke negara cuma setengahnya. “Besar pasak daripada tiang,” pungkas Ade.
Berikut adalah berita yang berkaitan dengan kehadiran Agus Anwar di Bali, seperti dikutip dari Rakyat Merdeka, Kamis (27/12).
Buronan BLBI Nongol Di Bali Bareng Menteri
Adalah Ade Daud Nasution—pelopor penggunaan hak interpelasi DPR mengenai kasus BLBI—yang memergoki Agus Anwar di Bali. Pemilik Bank Pelita dan Bank Istismarat itu diketahui duduk di dekat salah satu menteri ketika peresmian sebuah proyek di sela-sela kegiatan UNCCC.
“Saya ketemu langsung sama dia (Agus Anwar) di Bali. Ada urusan apa dia dekat-dekat pemerintah?” ujarnya kepada Rakyat Merdeka, tadi malam.
Anggota Komisi VII DPR itu mencurigai kasus BLBI ke Bank Pelita dan Bank Istimarat itu bakal dicincai. Ade mewanti-wanti, jika pemerintah main-main dengan kasus BLBI, maka kredibilitasnya bisa jatuh.
“Rakyat tidak akan percaya lagi kepada pemerintah, sebab ini barang (maksudnya kasus BLBI) kan sudah lama tidak jelas. Kalau SBY mau terpilih lagi dia harus usut tuntas BLBI,” kata politisi Partai Bintang Reformasi (PBR).
Untuk diketahui, Agus Anwar adalah pemilik Bank Pelita dan Bank Istismarat. Kejaksaan Agung telah menetapkan Agus sebagai tersangka kasus korupsi dana BLBI yang merugikan negara Rp 1,98 triliun.
Agus pun masuk daftar delapan obligor BLBI yang dicekal. Namun dia berhasil kabur ke Singapura. Bahkan, dia kini telah menjadi warga negara Singapura.
Hendarman Supandji saat masih menjabat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) mengancam akan menggelar sidang in absentia terhadap Agus Anwar.
Belakangan, pada Agustus 2005, lewat kuasa hukumnya, Agus Anwar bersedia membayar ganti rugi ke negara sebesar Rp 592 miliar. Kejaksaan Agung pun urung membawa kasus ini ke meja hijau.
JAM Pidsus Kemas Yahya Rahman yang dikontak tadi malam mengatakan, penyelesaian BLBI yang diterima Agus Anwar sedang ditangani Departemen Keuangan.
“Memang dulu kita akan ajukan in absentia tapi kemudian dia (Agus Anwar) mau membayar utangnya lalu menjalani program penyelesaian di Depkeu,” jelas Kemas.
Ia mengaku tak tahu sejauh mana penyelesaian BLBI yang diterima Agus Anwar oleh departemen yang dikomandoi Sri Mulyani itu. Sementara itu, ekonom Faisal Basri pesimis kasus BLBI akan bisa dituntaskan selama orang-orang Orde Baru masih bercokol di pemerintahan.
Saat menjadi pembicaraan diskusi di Jakarta, kemarin, Faisal mengaku sempat ditawari Rp 250 juta beberapa waktu lalu supaya tak bicara keras soal BLBI.
“Bahkan pengamat yang lain itu ada yang diberikan jabatan di komisaris BUMN juga, tapi Alhamdulillah tawaran itu saya tolak, dan uang itu saya kembalikan. Padahal, jumlahnya lumayan lho. Gaji saya aja cuma 500 ribu waktu itu,” ujarnya mengaku.
Di tempat yang sama, Koordinator Kordinator Presidium Humanika, Andrianto meminta Kejagung tidak menghentikan proses pengusutan BLBI yang saat ini tengah ditangani tim 35 jaksa. Ia berharap, Kejagung bisa segera menuntaskan kasus ini menyeret para obligor BLBI yang nakal ke penjara.

One Reply to “”