DITUDUH menyihir majikan hinga buta, Juleha (29) disekap di penjara bawah tanah. Sudah setahun 10 bulan wanita bernama lengkap Juleha bt. Abdurrahman asal Cirebon itu dijebloskan ke penjara Sijin Al Malash Al Nisa Riyadh.
Tidak diperoleh informasi lebih lanjut mengenai hal ihwal tuduhan itu. Solidaritas Perempuan yang menyampaikan kabar ini dalam rilis mereka mengatakan bahwa berita menganai nasib yang dialami Juleha diketahui pihak keluarga dari seorang buruh migran perempuan asal Indonesia yang baru dilepaskan dari penjara itu. Kepada temannya yang sudah kembali ke tanah air ini, Juleha sempat menitipkan surat.
Informasi tambahan yang diperoleh Solidaritas Perempuan menyebutkan penyelidikan atas kasus ini berjalan lambat karena si majikan tak kunjung datang untuk memenuhi pemeriksaan sebagai saksi korban, setelah ia melaporkan Juleha ke polisi Riyadh. Juga diperoleh informasi bahwa perwakilan RI di Riyadh pun tak bertindak cepat menangani kasus ini. Juleha berangkat ke Riyadh melalui PT. Musafir Kelana tanggal 25 April 2004.
Juleha adalah satu dari tiga buruh migran perempuan asal Indonesia yang saat ini sedang berada dalam penjara di negara tempat mereka bekerja.
Buruh migran perempuan lainnya yang mengalami nasib serupa Juleha adalah Yoyoh Bt. Mustopa (32), asal Bekasi. Kini ia mendekam di penjara Bahrain. Yoyoh diberangkatkan ke Bahrain oleh agensi PT. Aljaidi Ikhwan pada tanggal 12 April 2007. Keluarga Yoyoh di Bekasi memperoleh informasi sepihak dari Bahrain yang mengatakan bahwa Yoyoh sudah beberapa kali berusaha untuk bunuh diri dan selalu minta dipulangkan ke Indonesia. Karena tak tahan menghadapi ulah Yoyoh, agensinya lalu memanggil polisi pada tanggal 30 Agustus lalu.
Pihak agensi meminta keluarga Yoyoh mengirimkan uang sebesar 450 dolar AS untuk membeli tiket pesawat pulang untuk Yoyoh.
Sementara itu Sunariyah (28) asal Karawang dijebloskan ke penjara setelah terjaring razia polisi Abudhabi. Saat razia berlangsung, Sunariyah sedang membeli pulsa untuk hand phonenya. Berita tersebut diketahui suami Sunariyah melalui surat Sunariyah yang dititipkan pada seorang buruh migran perempuan yang sempat dijebloskan di penjara yang sama.
Dalam suratnya Sunariyah mengatakan bahwa ia dipenjara sejak 16 Februari 2007. Handphone miliknya dirampas polisi hingga Sunariyah tidak dapat berkomunikasi lagi dengan keluarganya sejak berada di penjara. Sunariyah diberangkatkan oleh PT. Nurbakti Langgeng Mandiri tanggal 14 Januari 2005.
Menyusul nasib yang dialami oleh tiga buruh migran perempuan ini, Solidaritas Perempuan meminta agar pemerintah Indonesia tidak berpangku tangan dan segera mengambil tindakan untuk menyelamatkan nasib ketiganya.
Dalam rilisnya, Koordinator Program Solidaritas Perempuan Risma Umar, meminta agar kantor perwakilan RI di negara-negara penempatan buruh migran tersebut segera melakukan upaya hukum untuk membela dan melindungi para mereka. Sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk melindungi warga negara Indonesia dimanapun mereka berada.
Solidaritas Perempuan juga meminta agar Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI mengambil tindakan tegas kepada PJTKI yang memberangkatkan Juleha, Yoyoh dan Sunariyah, karena dinilai tidak cukup serius untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
Terakhir, Solidaritas meminta agar PJTKI memenuhi semua hak-hak korban seperti asuransi selama mereka berada dalam penjara. Apalagi selama berada di penjara, mereka tidak lagi bisa menghasilkan nafkah untuk diri sendiri dan keluarga di kampung.
