Kunjungan kenegaraan Presiden Amerika Serikat (AS) George Walker Bush ke Indonesia 20 November mendatang, terus mengundang reaksi penolakan dari sebagian kalangan masyarakat di Tanah Air. Kunjungan ini sendiri sebagai balasan terhadap kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke AS pada Mei 2005 lalu.
Sebagai tamu, sekalipun berasal dari negara adi kuasa, pemerintah RI tetap harus tegas dan menjunjung tinggi asas kedaulatan Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat. Bagaimana sesungguhnya konsep Islam berkaitan dengan etika bertamu? Apa yang harus dilakukan pemerintah RI? Apa sebenarnya motif dari maraknya demonstrasi penolakan terhadap Bush? At-Tanwir mewawancarai intelektual dan penulis buku Spiritualitas Kemanusiaan: Perspektif Islam Pesantren yang juga pengasuh pondok Darul Al-Tauhid, Cirebon, KH Husein Muhammad. Petikannya:
Rencana kunjungan Presiden Bush menangguk banyak penolakan. Sebenarnya, bagaimana konsep Islam berkaitan dengan etika bertamu?
Kita pahami berbagai reaksi masyarakat terhadap penolakan Bush. Bagaimanapun, presiden AS itu kan tamu negara. Islam juga mempunyai etika atau moral dalam menerima tamu atau berkaitan dengan kita umat Islam sebagai tuan rumah yang baik. Dalam sebuah sabdanya, Rasulullah pernah mengatakan, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaknya ia menghormati tamunya.” Hadis ini menunjukkan, siapapun tamu yang datang kepada kita, hendaknya kita layani dan hormati dia sebagai tamu, tidak peduli asalnya, suku, agama, pangkatnya, dan lain sebagainya. Kita jamu dia selama menjadi tamu kita. Islam menjelaskan bahwa bertamu waktunya tiga hari, lebih dari itu, pelayanan ya terserah kepada kita.
Kalau tamu itu mempunyai maksud tertentu?
Kita mesti berprasangka baiklah. Agama kita kan mengajarkan begitu. Kita layani dengan baik-baik, tentu selama tamu itu baik juga kepada kita. Prinsipnya Islam tidak menolak kunjungan seorang tamu. Apalagi kalau dalam kunjungan itu ada kerjasama, ya itu baik, Islam juga menganjurkan saling bekerjasama. Tapi kalau orang itu sudah menyerang kita, ya harus kita tolak.
Penolakan sebagian masyarakat itu antara lain karena AS dianggap memusuhi umat Islam. Menurut Anda?
Harus kita pilah, bedakan. Sebagai tamu, Islam menegaskan punya etikanya sendiri. Dalam Islam, tamu itu seperti mayit (orang meninggal). Disuruh apa saja harus ikut, tidak boleh macam-macam, harus tunduk pada tuan rumah. Jadi, kita mesti bedakan. Penolakan itu kan hanya soal salah pemaknaan tentang kunjungan itu sendiri. Bahwa Bush ke Indonesia bukan untuk menyerang, ya harus kita sambut. Tapi kalau dia menyerang ya kita tolak. Indonesia kan negara damai, tidak dalam kecamuk perang, maka siapapun tamu yang datang harus kita sambut baik.
Masalahnya, kebijakan Bush kerap merugikan umat Islam dunia?
Soal itu benar. Bahwa ada kebijakan Bush yang menyengsarakan dan menzalimi umat Islam dan umat lainnya, ya harus kita tolak, kita kecam itu. Tapi tidak dengan menggeneralisir. Kebijakannya yang baik ya harus kita sambut dengan baik. Kita harus bedakan itu. Kita mesti rasional dalam menilai sesuatu. Islam mengajarkan keramahan, toleran, namun tetap tegas. Berperang pun ada etikanya. Dulu, panglima Shalahuddin Al-Ayyubi yang terkenal itu, ketika ada musuh yang sakit, dia justru kasih pertolongan.
Lantas apa yang harus dilakukan pemerintah Indonesia?
Indonesia harus tegas, jangan mau ditekan dan didikte. Bahwa dalam hubungan bilateral dan pertemuan rahasia ada maksud dan misi tertentu, itu pasti. Tapi seharusnya pemerintah tetap menjunjung kedaulatan kita sebagai bangsa yang berdaulat. Kita ambil manfaatnya saja dari kunjungan dan pertemuan Bush-SBY. Sebab, Indonesia ini kan cerminan dari masyarakat Islam internasional. Selain itu, seyogyanya pemerintah kita dapat memberi masukan kepada Bush bahwa tak sedikit kebijakannya itu merugikan berbagai negara.
