Hendropriyono: 2 Minggu Lagi Noordin Tertangkap

Bekas Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Abdullah Makhmud Hendropriyono juga buka mulut mengomentari terbunuhnya Dr. Azahari di Batu, Malang, Jawa Timur, Rabu petang (9/11). Dia yakin dalam waktu satu hingga dua minggu lagi, karib Dr. Azahari, Noordin Moh Top, akan tertangkap.

Menurut Hendro yang saat masih memimpin BIN kerap dijuluki Raja Intel, kematian Azahari telah memutus network kelompok Jamaah Islamiyah (JI).

Hendro yang sejak meninggalkan kekuasaanya di BIN jarang muncul di permukaan yakin para pengikut Azahari dan Noordin, saat ini dalam keadaan bingung dan bimbang. Sebagian besar dari mereka akan segera memilih keluar dari kelompok tersebut, dan meninggalkan Noordin. Praktis, langkah Noordin akan sangat terbatas.

Menurut catatan intelijen, selama ini Azahari dan Noordin membagi tugas dengan sangat rapi. Azahari dipercaya sebagai pembuat bom yang ulung. Sementara Noordin dipercaya memiliki kemampuan dalam merekrut pengikut baru, serta melatih dan menanamkan keyakinan di hati pengebom bunuh diri.

Nama Azahari mulai dikaitkan dengan jaringan teroris yang bergerak di Asia Tenggara menyusul pengakuan Ali Imron alias Ale, salah seorang anggota komplotan pengebom Bali pada Oktober 2002. Begitu Ale ngoceh, Hendro yang saat itu menjadi bos besar di kampung rusa—julukan markas BIN karena di halamannya banyak rusa dari Istana Bogor—pun mulai menggelar perburuan Azahari dan Noordin.

Tapi sampai akhir kekuasaannya di kampung rusa, Azahari dan Noordin tak tertangkap juga. Azahari tewas setelah BIN dipimpin oleh Syamsir Siregar yang dikenal sebagai salah seorang karib Presiden SBY.

“Kematian Azahari ini akan mempermudah intelijen mengejar pengikutnya, terutama Noordin. Network mereka sudah terputus. Ini tinggal masalah waktu, satu atau dua minggu dia akan tertangkap,” katanya saat dihubungi Rakyat Merdeka, kemarin.

Menurut Hendro, penggrebekan vila di Jalan Flamboyan Raya, Batu, Malang, Jawa Timur, Rabu petang (9/11) juga membuat masyarakat semakin berhati-hati terhadap kelompok teroris yang bisa nempel seperti lintah di lingkungan mana saja. Hendro juga mengatakan, penggrebekan yang berbuntut kematian Azahari ini harusnya menyadarkan dunia barat bahwa pemerintah Indonesia memiliki komitmen yang tinggi untuk menggulung jaringan teroris.

Hendro juga meminta agar masyarakat tidak berandai-andai dalam melihat sosok Azahari. Dugaan yang mengatakan Azahari hanya aktor yang dibesarkan negara Barat, terutama Amerika Serikat, menurut Hendro, akan membuat orang terjerembab dalam analisa tanpa dasar.

“Pokoknya kita urut saja. Apakah jaringan teroris Azahari itu rekayasa atau bukan, akan terbukti kalau kita teliti mengusut fakta-fakta yang ditemukan di lapangan,” ujar dia.

Hendro juga mengomentari berbagai peristiwa berbau teror di banyak negara yang sepertinya memiliki kaitan. Mulai dari bom Bali yang terjadi awal Oktober lalu, Omar Al Farouq yang melarikan diri beberapa bulan lalu, kerusuhan di Prancis, Jerman dan elgia yang dikaitkan dengan konflik ras antara bangsa kulit putih dengan keturuan Arab, hingga penangkapan tersangka teroris di Australia yang dikaitkan dengan aksi pengeboman berantai di London pada Juli lalu.

Menurut Hendro, semua peristiwa itu niscaya terjadi. Dia mengutip tesis Samuel P Huntington yang terkenal, yakni the clash of civilization atau benturan peradaban.

“Bagi saya ini adalah aksi dan reaksi yang bertabrakan. Ada pemaksaan kehendak yang melahirkan perlawanan. Clash ini memang menjadi luas di seluruh dunia, dan memang tidak bisa dibiarkan terus menerus dihadapkan secara konfrontatif. Perlu ada penyelesaian yang konseptual. Hanya memang, kalau bentuknya sudah menjadi terror yang mengarah pada warga tak berdosa, ini harus dijadikan musuh bersama. Benturan peradaban itu harus ada koridornya. Jangan saling bantai,” urainya.

Leave a comment