Ambil Hikmahnya, Hadapi Secara Proporsional

Aksi sekelompok pemuda di Denmark yang mengadakan lomba menggambar Nabi Muhammad dan disiarkan salah satu televisi setempat, pekan lalu, mengundang protes keras umat Islam dunia. Bagaimana hal itu terjadi? Apa itu terkait Perang Salib baru? Bagaimana umat harus bersikap?

Membahas hal itu, At-Tanwir mewawancarai mantan Menteri Agama yang kini menjabat Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI) dan Ketua Dewan Direktur Center for Moderate Moslem (CMM), KH Dr dr Tarmizi Taher, M.D. Petikannya:

Bagaimana Anda melihat aksi sekelompok pemuda di Denmark yang menyelenggarakan lomba menggambar Nabi Muhammad?

Ya, ini tentu sangat menyinggung perasaan umat Islam. Umat merasa kesucian dan salah satu simbol penting Islam, yaitu Nabi Muhammad Saw, dinodai oleh orang-orang tak bertanggung jawab. Tetapi, saya melihat, kita juga jangan sampai terpancing emosi sehingga dikhawatirkan dalam memberikan reaksi balik terjadi hal-hal yang justru mencitrakan Islam secara jelek. Tetap reaksi kita proporsional, dan tak merusak kesucian Islam itu sendiri. Saya setuju dengan OKI, ormas lain, yang bereaksi secara baik, protes, dan tidak menimbulkan anarkhisme.

Sebenarnya, mengapa hal ini terjadi, bukankah kasus yang mirip belum lama terjadi tahun lalu?

Paling tidak ada tiga hal yang membuat hal itu terjadi. Pertama, mereka tidak tahu tentang Islam. Kedua, agama mereka sudah termarginalisasi dalam konteks kehidupan sosial bermasyarakat. Ketiga, mereka terbuai oleh kebebasan berekspresi yang kebablasan. Saya memahami betul negara-negara Skandinavia (Norwegia, Swedia, Denmark), karena pernah menjadi dubes di sana. Norwegia dan Swedia amat toleran terhadap imigran, termasuk imigran Muslim dari Afrika. Pemerintah dua negara itu juga ringan tangan, sering membantu, dan bersahabat dengan agama. Tapi di Denmark beda, pemerintahnya tidak bersahabat dengan imigran, juga terhadap agama. Bayangkan, untuk mendirikan rumah ibadah saja sulitnya nauzubillah minzalik. Pemerintah Denmark takut terhadap Islam.

Ada pendapat, kasus ini mencerminkan mata rantai panjang Perang Salib. Apa pendapat Anda?

Boleh saja pendapat seperti itu. Tapi saya melihat, sisa-sisa Perang Salib itu memang masih ada, sekalipun dalam bentuk perang ideologi. Meski demikian, nuansa Perang Salib itu tidak sebesar yang dibayangkan orang, kecil saja. Yang pasti, mereka itu tidak mengerti Islam, dikiranya umat Islam ini sama dengan umat lainnya. Di Denmark menghina atau melukis nabi-nabi itu hal biasa. Misalnya Nabi Isa A.s bagi orang Afrika digambarkan sebagai sosok hitam, berambut keriting. Nabi Isa A.s orang Cina digambarkan sesosok kulit putih dan sipit, berambut lurus, demikian nabi mereka di Eropa. Tapi umat yang nabinya dilecehkan ini tak bereaksi. Nah, dikiranya umat Islam pun demikian, padahal tidak. Mereka baru mengerti ternyata umat Islam lebih sensitif dan menghargai agama, berbeda dengan mereka, orang Barat.

Apa hikmah dari kasus ini?

Pertama, di era globalisasi sekarang ini, tidak bisa dihindarkan lagi keharusan berinteraksi dengan orang lain. Batas-batas negara menjadi kabur karena kecanggihan teknologi. Maka aktifitas dakwah Islam harus lebih ditingkatkan dan lebih dipasarkan lagi sehingga orang-orang Eropa dan Barat lainnya jadi mengerti. Dakwahkan Islam yang ramah dan anggun, bukan Islam yang marah. Kedua, sekalipun terjadi kasus memilukan ini, hubungan antarumat beragama mesti tetap dijaga dan aktifitas dialog antarumat beragama dan peradaban juga harus lebih ditingkatkan. Justru kejadian ini kita anggap sebagai bumbu atau tantangan sehingga kita lebih besar lagi terpacu dalam membangun kehidupan antarumat yang damai dan memasarkan Islam kepada dunia luar. Ketiga, perasaan superior antar pemeluk agama bukan zamannya lagi. Sikap merasa lebih dan lebih itu hanya akan memicu ketegangan baru di antara pemeluk agama.

Dalam konteks Indonesia, apa harapan Anda?

Saya berharap, kasus ini tidak memudarkan kerukunan antarumat beragama, khususnya Islam dan Kristen, yang telah dibangun selama ini. Umat Islam mesti lebih meningkatkan ukhuwah Islamiyah. Saya sependapat dengan Gus Dur, bahwa umat mesti merespon kasus lomba gambar Nabi Saw secara bijak dan proporsional, jangan berlebihan.

Leave a comment