Di tengah tarik ulur antara gerakan dan pemikiran Islam radikal dan liberal, banyak kalangan kini melirik pentingnya peneguhan dan pengembangan yang lebih luas bagi kiprah Islam moderat. Gerakan atau faham Islam moderat diyakini akan berperan penting karena sesuai dengan kultur dan watak mayoritas Muslim Indonesia.
Demikian dikatakan mantan menteri agama KH Dr dr Tarmizi Taher dalam seminar bertajuk “Masa Depan Islam Indonesia; Tantangan dan Prospek.” Seminar diselenggarakan atas kerjasama antara Center for Moderate Moslem (CMM) Indonesia dengan KBRI Kairo, di Auditorium Shalah Kamil, Al-Azhar University, Kairo, Jumat (22/9). Pembicara lain adalah pakar Mesir terkenal, Dr Mohammad Imarah.
Lebih lanjut, Tarmizi menegaskan pentingnya peran yang lebih besar lagi bagi entitas Islam moderat agar sejarah Islam Indonesia tetap eksis pada jalurnya yang damai, jauh dari kekerasan dan konflik. “Indonesia dilirik dunia internasional karena Islamnya yang moderat dan mayoritas terbesar di dunia. Selama NU dan Muhammadiyah sebagai entitas Islam moderat memerankan fungsinya, saya optimis masa depan Islam di negeri ini akan cerah,” jelas Ketua Dewan Direktur CMM ini.
Di bagian lain, Muhammad Imarah menyoroti tentang konsep moderatisme dalam Islam. Menurutnya, moderatisme Islam terbentuk dengan landasan yang jelas dan pasti. “Doktrin moderatisme Islam perpaduan antara akal dan wahyu, jasmani dan rohani, keadilan dan kesejahteraan. Dengan demikian, moderatisme Islam sangat spesifik yang tidak dimiliki agama lain,” kata Imarah.
Anggota Dewan Riset Ulama Al-Azhar ini menjelaskan, bahwa moderatisme dalam dunia Barat tidak sama dengan di Islam. Dunia Barat, ungkapnya, maju namun lebih mengunggulkan rasionalitas atau akal. Karena itu, kemajuan Barat tinggal menunggu waktu kehancuran karena landasannya yang tidak kuat. “Berbeda dengan Islam yang memadukan akal dan wahyu. Islam dapat maju kalau kedua hal itu diberdayakan secara maksimal,” papar intelektual yang telah menulis lebih dari 170 buku.
Imarah memberi contoh moderatisme Islam, khususnya di bidang ekonomi. Menurutnya, Muslim yang tidak mengakui solidaritas sosial dalam Islam, maka dia terlepas dari agamanya. Dunia Islam memiliki kemampuan dan potensi sumber daya alam luar biasa. Ada minyak, gas bumi, biji besi, potasium, ada mineral, dan lainnya. Dalam setiap harta benda itu terdapat zakat yang harus dikeluarkan. “Kalau dalam Islam yang moderat, kita bisa membuat dana sosial yang bersifat abadi yang bisa digunakan untuk pembangunan dan bisa membebaskan kita dari jeratan IMF dan Bank Dunia. Ini adalah konsep moderatisme Islam tentang harta,” ujar pemikir yang puluhan bukunya telah diindonesiakan ini.
Di tempat terpisah, Grand Syekh Al-Azhar Prof Dr Mohammad Sayyed Thanthawi saat menerima kunjungan delegasi CMM, Kamis (21/9) mengatakan, moderatisme Islam sangat penting untuk mengimbangi gejala radikalisme yang kian marak. “Islam menentang keras radikalisme, militanisme, dan terorisme dalam segala bentuknya. Semua itu sangat membahayakan kehidupan kemanusiaan,” ujar Syekh Azhar.
