Kemampuan Intelijen Kita Lemah

Pemberantasan terorisme dewasa ini mengalami tantangan serius, khususnya di bidang teknologi informasi. Kelompok teroris sejauh ini terbukti memanfaatkan kemajuan teknologi informasi untuk menunjang kegiatan teror mereka.

Tertangkapnya Agung Setyadi dan Agung Prabowo alias Max Fiderman, pembuat situs Al-Anshar milik kelompok teroris, dan terungkapnya dugaan penggunaan laptop untuk keperluan chatting dan pengendalian aksi teror oleh terpidana mati Imam Samudra dalam penjara, adalah bukti serius penyalahgunaan teknologi tersebut. Untuk keperluan ini, At-Tanwir mewawancarai pengamat politik dan inteligen yang juga direktur eksekutif LPKN, Wawan H. Purwanto. Petikannya:

Bagaimana Anda melihat dugaan penggunaan laptop oleh Imam Samudra dalam penjara?

Ini fakta, bahwa kelompok teroris akan menggunakan segala lini guna menunjang aksi mereka, termasuk teknologi informasi. Kalau itu benar, lolosnya laptop ke dalam penjara adalah kesalahan fatal dan serius. Itu berarti juga kecerobohan besar aparat. Saya kira hal itu tidak berdiri sendiri, ada kerjasama dengan pihak dalam, atau sipir. Semacam ini memang tak hanya di Indonesia, di Amerika pun oknum sipir terlibat penyelundupan sering terjadi. Jadi, penggunaan teknologi canggih ini bukan hal baru. Berulang kali saya pernah katakan bahwa kelompok teroris akan memakai segala cara, termasuk teknologi, untuk kepentingan teror dan cyber crime lainnya.

Apa kita tidak punya undang-undang yang mengatur soal cyber crime atau penggunaan perangkat lunak lainnya?

Setahu saya belum ada. Tapi, kita tak usah bicara undang-undang deh. Yang terpenting itu orangnya. Kalau UU ada tapi orangnya ceroboh, sama saja. Padahal teroris itu memanfaatkan kepandaian mereka mencari celah. Justru di antara celah kecerobohan dan kekurangan UU yang ada itulah mereka masuk.

Sejauh yang Anda amati, apakah kelompok teroris akan mengandalkan penggunaan teknologi informasi dan perangkat lunak lainnya?

Tergantung. Di masa lalu mungkin iya, tapi kedepan saya kira mereka akan kembali ke gerakan bawah tanah dan melakukan aksi secara manual. Ini mengingat aparat terus meningkatkan kemampuan teknologi mereka dalam pengungkapan dan pencegahan aksi teror.

Tapi, faktanya aparat sering kecolongan, sehingga teroris leluasa menggunakan teknologi informatika?

Itu harus diakui. Mungkin penguasaan teknologi belum maksimal. Tapi saya lihat, aparat inteligen mulai memaksimalkan cara manual, yakni penggunaan human inteligent. Maksunya, operasi dengan cara manusia seperti penyusupan, penyamaran, dan lainnya, hanya sedikit dengan pemakaian teknologi.

Mengapa begitu?

Karena aparat menyadari, penggunaan teknologi tinggi sering disadap pihak asing. Satelit kita sudah tidak steril lagi sehingga mudah disadap inteligen asing. Saya saja disadap. Bagaimanapun juga, asing sangat berkepentingan dengan Indonesia, apalagi kita negara besar. Jadi, selama satelit kita tidak steril, selama itu pula kita tidak akan bisa mandiri.
Pihak asing yang Anda maksud, apa Amerika?

Anda lebih tahu itu.

Di masa mendatang, apa yang harus dibenahi aparat kita agar terorisme benar-benar dapat ditumpas dari bumi Nusantara?

Yang terpenting adalah meningkatkan kemampuan inteligen aparat terkait: polisi, TNI, dan Badan Inteligen Negara. Kemampuan memodifikasi teknologi adalah tantangan lain yang mesti diperhatikan secara serius. Karena itu, kata kuncinya adalah kerjasama, khususnya bidang teknologi informasi, dengan banyak pihak, termasuk pihak asing. Ini penting karena menyangkut sandi negara dan kedaulatan Indonesia.

Leave a comment