Dunia Maya, Tantangan Serius Pemberantasan Terorisme

Saat ini kawasan Asia Tenggara tak terhindarkan lagi dari serangan berbasis internet yang dilakukan para teroris terhadap institusi-institusi terpenting. Melalui intenet, jaringan teroris juga leluasa menyebarkan propaganda. “Ancaman itu sangat nyata,” ujar Yean Yoke Heng, Wakil Direktur Jenderal Pusat Kontraterorisme Asia Tenggara yang berbasis di Kuala Lumpur, Malaysia.

Yean memaparkan, negara-negara sedang berkembang tetap rentan terhadap serangan melalui internet (media maya) karena mereka belum membangun sistem pertahanan untuk komputer, perbankan, dan sistem berbasis teknologi informasi lainnya. “Hal ini bukan pertanyaan apa atau bagaimana, pertanyaannya adalah kapan. Karena itu kita lebih baik menyatukan tindakan bersama dan menyiapkan diri jika serangan itu sampai terjadi,” jelasnya.

Sejauh ini kelompok garis keras di Asia Tenggara seperti jaringan yang terkait dengan Al Qaeda dan Jamaah Islamiyah (JI), menurut Kepala Bidang Kejahatan Politik dan Terorisme, Institut Pertahanan dan Kajian Strategis Singapura, Rohan Gunaratna, baru menggunakan jaringan internet terutama untuk menyalurkan propaganda, perekrutan anggota, menghimpun dana, dan mengoordinasikan serangan-serangan bom. “Akan membutuhkan waktu lama bagi kelompok-kelompok teroris Asia Tenggara untuk mengembangkan kemampuan menyerang dengan internet,” jelasnya.

Gunaratna menambahkan, ada lebih dari 1.000 situs kelompok jaringan itu di Asia Tenggara. Penangkapan tersangka Riduan Isamudin atau Hambali karena dia menggunakan internet untuk berkomunikasi dengan pelaku-pelaku lapangan yang terlibat dalam peledakan bom di Bali tahun 2002.

Gunaratna sependapat dengan Yean, meskipun tidak ada bukti adanya ancaman melalui media maya dalam waktu dekat, pemerintah-pemerintah di Asia Tenggara harus terus mempelajari bagaimana kemajuan teknologi pemerintahan di AS, Eropa, dan Australia dalam menjaga aset digital mereka dari eksploitasi para teroris.

Di Malaysia, pemerintah di sana sedang membangun sebuah pusat untuk bantuan darurat manakala terjadi serangan dunia maya terhadap sistem perdagangan dan ekonomi di sejumlah negara. Perdana Menteri Abdullah Ahmad Badawi pun telah menegaskan bahwa beberapa perusahaan teknologi informasi kenamaan semisal Symantec Corporation dari Amerika, Trend Micro dari Jepang dan Kapersky Lab dari Rusia telah sepakat untuk menjadi mitra kunci upaya pemerintah Malaysia mengantisipasi serangan cyber.

Di Indonesia, pertengahan Agustus lalu, Polri telah menangkap dua tersangka cyber terrorism dalam pembuatan situs http:www.anshar.net. Penangkapan dilakukan di Semarang pada 12 dan 16 Agustus 2006 lalu.

“Saat ini mereka ditahan di rutan Bareskrim Mabes Polri untuk pemeriksaan intensif, mengurai kegiatan jaringan Noordin M Top dalam peledakan bom Bali 2005 dan hubungannya dengan kegiatan lain dengan teknologi canggih,” ujar Kanit V Cyber Crime Direktorat II Bareskrim Mabes Polri Kombes Pol Petrus Goloce kepada pers.

Dua orang yang dibekuk tersebut adalah mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Semarang Agung Prabowo alias Max Fiderman (24) pada 12 Agustus 2006 dan Agung Setyadi (30), dosen Fakultas Teknik Informasi Stikubank Semarang. Barang bukti yang disita adalah 1 unit laptop, 1 unit bloetooth USB, 6 keping CD dan kartu garansi laptop yang dikirimkan kepada Imam Samudera. Situs anshar.net menyebarluaskan bahan-bahan peledak dan senjata. Selain itu juga menyebarkan orasi Noordin M. Top serta adegan pelaku bom bunuh diri.

Di sisi lain, Tim Pembela Muslim (TPM) melalui Mahendradatta merasa aneh terhadap tudingan Polri bahwa Imam mengendalikan bom Bali 2002 melalui laptopnya. “Namanya cyber terrorism itu rentan rekayasa. Bagaimana bisa tahu yang mengendalikan itu Imam atau bukan,” cetusnya.

Kepemilikan laptop Imam pun diragukan. “Imam, kan bukan orang berduit, bagaimana bisa memiliki peralatan canggih itu. Lagipula Imam di LP Kerobokan, bagaimana ada yang mau bantu dengan orang yang disebelin begitu di sana,” ujar Mahendradatta.

Sementara, Polri amat yakin laptop Imam memang masuk LP Kerobokan, setelah memeriksa Agung Setyadi. Laptop merk ECS VIA 1,2 GHz dikirim Agung Juli 2005 melalui jasa pengiriman kilat Tiki JNE lalu diserahkan sipir ke Imam Samudera.

Melalui laptop inilah, Imam Samudra berselancar melalui internet. Komunikasi melalui chatting dilakukan selama Juli-Agustus 2005, sebelum Bali meledak untuk kedua kali, 1 Oktober 2005.

CategoriesUncategorized

Leave a comment