Kamis, 31 Agustus 2006, 07:08:32 WIB
Jakarta, Rakyat Merdeka. Anggota Komisi I DPR AS Hikam bereaksi atas persidangan terhadap Pemimpin Redaksi Situs Berita Rakyat Merdeka (RMOL) Teguh Santosa yang digelar kemarin di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dalam persidangan itu, Teguh didakwa telah menodai agama seperti yang tercantum dalam pasal 156-a KUHP.
Menurut Hikam yang pernah jadi Menteri Riset dan Teknologi itu, tampaknya pihak kepolisian dan kejaksaan keliru dalam menafsirkan hukum.
“Harusnya (kasus ini) menggunakan UU Pers dong. Tidak bisa polisi atau jaksa menggunakan pasal-pasal KUHP sebagai delik pidana kepada wartawan yang melakukan tugas jurnalistik,” jelas Hikam sambil menambahkan bahwa perlidungan terhadap kebebasan pers merupakan persoalan yang juga diurus Komisi I DPR.
Kasus ini bermula di bulan Februari 2006, saat RMOL memuat ulang satu dari 12 gambar-yang-menghina-Nabi Muhammad SAW made in harian Denmark Jylland-Posten.
Teguh diperiksa Cyber Crime Unit Polda Metro Jaya pada bulan Mei 2006. Pertengahan Juli lalu, berkas kasusnya dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Pada saat itulah dia ditahan di LP Cipinang. Setelah 24 jam berada di LP Cipinang, atas jaminan sejumlah tokoh penahanan Teguh ditangguhkan.
RMOL sebenarnya tidak memuat gambar itu sama persis dengan yang dibuat dan dimuat harian Jylland-Posten. Untuk mengurangi efek vulgar, Teguh telah memodifikasi, mengaburkan dan menghilangkan bagian tertentu dari gambar itu. Hal itu dilakukan karena situs yang dipimpinnya memang hanya berusaha melengkapi laporan, dan bukan untuk melanjutkan penghinaan, apalagi ikut menghina.
Selain AS Hikam, kelompok lain juga menyayangkan kasus ini. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) misalnya, pada bulan Mei lalu telah menggelar sidang majelis etik untuk menilai pekerjaan jurnalistik yang dilakukan Teguh dan RMOL. Dari sidang yang dihadiri tiga tokoh pers senior, Atmakusumah Astraatmaja, Abdullah Alamudi dan Stanley, disimpulkan bahwa tidak terjadi baik pelanggaran etika maupun metode kerja jurnalistik.
“Makanya aneh, kasus ini diteruskan oleh polisi dan kejaksaan,” kata Ketua AJI Indonesia Heru Hendratmoko yang mengikuti persidangan.
Alamudi yang juga pengajar Lembaga Pers Dr Soetomo (LPDS) pun menilai dakwaan yang diajukan jaksa penuntut umum terlalu mengada-ada. Apa yang dilakukan Teguh, katanya, sudah sesuai dengan UU 40/1999 tentang Pers.
Aktivis Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem) Masinton yang juga hadir mengikuti persidangan mengatakan, upaya mengkriminalkan pers adalah bukti bahwa penyelenggara hukum di negara ini masih mewarisi praktik politik hukum kolonial yang sudah usang.
Sementara itu, beberapa waktu lalu, Teguh juga telah mengkonsultasikan persoalan ini dengan sejumlah tokoh ormas Islam, seperti Ketua Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq, Amir Mujahiddin Indonesia (MMI) Abu Bakar Baasyir dan Ketua Bidang Data dan Informasi MMI Fauzan Al Anshari.
Dalam konsultasi itu, para tokoh ormas Islam ini berpendapat bahwa tidak ada unsur penghinaan apalagi penodaan. Mereka dapat memahami bahwa Teguh dan RMOL justru tengah membangun kesadaran di tengah masyarakat Islam Indonesia bahwa telah terjadi penghinaan terhadap Nabi Muhammad.
Sidang yang dipimpin oleh Hakim Wahjono akan dilanjutkan pekan depan (6/9) dengan agenda mendengarkan keberatan Teguh atas dakwaan tersebut. Sementara dalam persidangan Teguh didampingi oleh Tim Advokasi Pembela Jurnalis yang beranggotakan Sahroni (koordinator), M. Khoiruddawam, Hendrayana, Misbahuddin Gasma dan Nawawi Bahrudin.
