Islam tidak Bertentangan dengan Pancasila

Belakangan ini, banyak kalangan, khususnya para tokoh bangsa, membincangkan kembali relevansi Pancasila dengan kondisi bangsa saat ini. Bahkan, sebagian malah memiliki kekhawatiran jika Pancasila kini sudah semakin jauh terpinggirkan dari kancah pergaulan kebangsaan.

Kekhawatiran berlebihan bahwa Pancasila mulai tidak laku lagi atau akan digantikan dengan ideologi lain, juga tak luput dari perbincangan di kalangan tertentu. Semua itu tidak akan terjadi bila semua pihak, segenap elemen bangsa, konsisten mengamalkan nilai-nilai Pancasila secara murni dan konsekuen. Apalagi, bagi umat Islam, nilai-nilai yang dikandung Pancasila banyak bersesuaian dengan nilai-nilai Islam. Membahas lebih lanjut masalah tersebut, tim At-Tanwir mewawancarai intelektual dan tokoh NU yang juga pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, KH Sholahuddin Wahid, yang karib disapa Gus Sholah. Petikannya:

Menurut Anda, seberapa besar keterkaitan antara Islam dan Pancasila?

Hemat saya, saling terkait. Saya mengacu pada Munas Alim Ulama PBNU tahun 1983 di bawah pimpinan rais ‘am KH Ahmad Shiddiq, yang berhasil mengeluarkan dokumen penting berkaitan hubungan antara Islam dan Pancasila. Tiga butir penting dalam dokumen itu antara lain berbunyi; Pertama, Pancasila bukan agama dan tidak bisa menggantikan agama; Kedua, Pancasila bisa menjadi wahana implementasi Syariat Islam; Ketiga, Pancasila tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Kalau mengacu pada butir-butir itu, jelas tidak ada pertentanagan antara Islam dan Pancasila secara umum. Tokoh Islam kita di masa lalu bahkan termasuk di garis depan memperjuangkan Pancasila sebagai ideologi bangsa.

Tapi sebagian umat Islam memandang Pancasila itu sekuler, berbeda dengan Islam?

Boleh saja perdebatan itu, dan semacam itu akan selalu mewarnai kehidupan berbangsa kita. Hemat saya, Pancasila bukan sekuler dalam artian bahwa dia bukanlah agama. Kita lihat pasal ‘keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.’ Itu kan bagus, sesuai dengan ajaran Al-Quran, “berbuat adillah karena adil itu lebih dekat dengan takwa.” Yang pasti, para pendiri bangsa ini dan pendahulu kita sudah sepakat bahwa Pancasila satu-satunya ideologi bernegara.

Persoalannya, bila banyak produk Undang-Undang belakangan yang disinyalir bertolak belakang dengan Pancasila, menurut Anda?

Ya, itu kita akui. Itu masalah lama, ketika Syariat Islam diangkat menjadi hukum positif. Banyak kalangan bangsa ini, utamanya non-Muslim, alergi terhadap Syariat Islam, yang mereka tahu adalah hudud (seperti hukum potong tangan, rajam, dan sebagainya). Padahal bukan itu saja, shalat, berdoa, zakat, haji itu juga Syariat Islam. Maknanya sangat luas. Tapi hemat saya, kalau masalah ubudiyyah (peribadatan) tak usahlah diajadikan hukum positif, cukup masalah muamalat (masalah keduniaan, interaksi sosial) saja yang perlu diangkat ke hukum positif. Tokh selama ini sudah beberapa diangkat jadi hukum positif, seperti hukum perbankan Islam (Bank Syariah), dan hukum perkawaninan.

Belakangan ini banyak kalangan khawatir Pancasila akan tergantikan oleh ideologi lain, Islam misalnya, karena banyak produk Undang-Undang atau Perda yang Islami. Komentar Anda?

Boleh-boleh saja kekhawatiran semacam itu. Tapi, menurut saya, akan lebih baik bila tidak ada perda Syariat Islam, tetapi secara realitas perda itu sudah ada. Prosesnya dilakukan secara demokratis dari bawah. Sebaiknya jangan disebut perda Syariat Islam karena akan mengulangi pertentangan kelompok Islam dengan kelompok nasionalis. Tidak boleh ada perda yang bertentangan dengan UU, UUD atau Pancasila. Karena itu, perlu ada penyelesaian yang baik. Perda Syariat Islam yang ada sebaiknya diinventarisir dan dikaji lagi apakah bertentangan dengan peraturan di atasnya. Kemudian, kalau perda itu tidak ada sanksinya tidak ada masalah karena lebih bersifar himbauan. Tetapi kalau ada sanksinya, maka hukum acaranya tidak boleh bertentangan dengan hukum acara yang sudah berlaku.

Kedepan, menurut Anda, apakah Pancasila masih relevan?

Saya kira masih. Tinggal bagaimana kita peduli dan konsisten mengamalkannya. Sebab, lebih banyak sejauh ini kalangan yang menjadikan Pancasila sebagai alat kepentingan, bukan alat mensejahterakan rakyat.

Leave a comment