Agar Pancasila Tetap ‘Hidup’

Dalam sebuah risetnya, Douglas E Ramage (Politics in Indonesia: Democracy, Islam and Ideology of Tolerance, Routledge London, 1995), mengungkapkan, Indonesia adalah sebuah negara yang terlalu banyak meributkan masalah ideologi dibanding negara-negara lain. Indonesia, terutama para elite bangsanya, sangat memikirkan masalah ideologi sehingga mereka seringkali terbenam dalam polemik tak berkesudahan.

Hingga kini, sebagian elite politik masih cemas dengan munculnya kembali ideologi-ideologi yang dianggap berbahaya. Setelah dihancurkannya komunisme, elite politik memandang ancaman paling berbahaya terhadap proses depolitisasi berasal dari para aktivis yang menghendaki hubungan resmi antara Islam dan negara. Beberapa tahun belakangan, terlihat adanya gesekan kembali pertentangan-pertentangan ideologi, terutama perdebatan antara Islam dan nasionalisme.

‘’Secara normatif dan teoritis, seluruh azas-azas yang lima dalam Pancasila sepenuhnya sejalan dengan Islam, termasuk asas pertama ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’. Bagi saya itu tidak lain adalah penterjemahan belaka dari ajaran ‘Tauhid’, ‘’ ujar Ketua PBNU dan Direktur Perhimpunan Pengembangan Pesantren, Masdar F Mas’udi.

Menurut Masdar, jika ada perbedaan di antara sesama warga bangsa dan pemerintah, bukanlah pada esensi normatifnya. ‘’Melainkan pada rumusan detail dan implementasinya yang memang harus dinamis dari waktu ke waktu,’’ jelasnya.

Wakil Ketua MPR RI, AM Fatwa berpendapat, seluruh komponen bangsa harus mampu menangkap perspektif ideologi negara yg diletakkan para pendiri bangsa, yang juga adalah pemimpin-pemimpin Islam. ‘’Mereka telah berhasil meletakkan nilai-nilai tauhid sebagai landasan dan cita-cita luhur kehidupan berbangsa dan bernegara. Nilai tauhid yang telah terumuskan dalam ideologi Pancasila itu,’’ ungkapnya.

Lebih jauh Fatma mengungkapkan, Pancasila tentu harus selalu digunakan sebagai acuan filosofis yang perlu dikembangkan dalam arti yang seluas-luasnya. Yaitu, untuk memberi substansi etika dan moral budaya bangsa dalam berpolitik, mengatur perekonomian, hubungan-hubungan sosial, dan berbagai lapangan perjuangan.

Dalam perjuangan demokrasi misalnya, kata Fatwa, nilai tauhid dalam Pancasila jelas-jelas mengamanatkan sebuah kedaulatan rakyat yang berke-Tuhan-an Yang Maha Esa (bertauhid). ‘’Terbentuknya filosofi bangsa adalah akumulasi nilai-nilai, peristiwa, dan pengalaman,’’ tegasnya.

Menurut Fatwa, pidato Bung Karno pada 1 Juni 1945 yang terkenal dengan pidato lahirnya Pancasila, mewakili pikiran-pikiran yang hidup di tengah bangsa Indonesia sebagai bangsa yang berketuhanan. Pidato Soekarno langsung mendapat tanggapan dari kalangan Islam untuk disempurnakan. ‘’Dalam proses penyempurnaan itu argumentasi-argumentasi kalangan Islam disampaikan. Titik kulminasinya tercapai ketika Ki Bagus Hadikusumo berhasil menemukan rumusan yang pas untuk Pancasila dengan menambahkan Yang Maha Esa di belakang kata Ketuhanan. Kenyataan ini perlu direnungkan oleh para kader umat,’’ ingatnya.

Rektor UIN Jakarta Azyumardi Azra menyatakan bahwa dalam kasus Indonesia, Islam menjadi unsur genuine, pendorong munculnya nasionalisme Indonesia. Menurut dia, hal ini terlihat dari kemunculan Sarikat Islam (SI) yang merefleksikan nasionalisme keislaman-keindonesiaan, sekaligus respons kebangkitan nasionalisme di kalangan masyarakat Cina Hindia Belanda. ‘’Pada saat bersamaan, Islam juga mampu menjinakkan etnisitas untuk menumbuhkan loyalitas kepada entitas lebih tinggi,’’ jelasnya.

Sementara aktivis LSM Imam Cahyono berpendapat, sejak dicanangkan sebagai dasar ideologis formal Republik Indonesia pada tahun 1945, Pancasila telah menjadi bagian tak terpisahkan dari perdebatan politis dan ideologis. Ideologi ini bermula pada tanggal yang kini dikeramatkan, 1 Juni 1945, dalam pidato ‘Lahirnya Pancasila’ oleh Soekarno. ‘’Tujuan awal dari Pancasila adalah untuk memberikan dasar bersama bagi penegakan suatu negara merdeka, bersatu dan modern di bekas wilayah jajahan Belanda,’’ ungkapnya.

Hampir senada dengan Imam, Masdar menegaskan, untuk mensukseskan dan mempercepat kebangkitan Indonesia, Pemerintah Republik Indonesia wajib membangun kepercayaan yang kokoh dengan umat Islam sebagai mayoritas bangsa dan meyakinkan mereka bahwa kebangkitan Indonesia dan umat Islam tidak pernah bisa dipisahkan. ‘’Umat Islam Indonesia hanya bisa maju dalam konteks kemajuan Indonesia, dan sebaliknya,’’ tegasnya.

CategoriesUncategorized

Leave a comment