Dakwah Islam dewasa ini terus berkembang di hampir seluruh lini kehidupan. Media massa yang selama ini sulit ditembus oleh kegiatan keagamaan, pun kini marak dengan acara religius. Namun demikian, dakwah tetap membutuhkan reformulasi dan reorientasi mengingat tantangan yang dihadapi kini semakin besar. Seberapa jauh tantangan tersebut dan bagaimana strategi dakwah Islam harus diterapkan sehingga dapat mengena sasaran. Berikut wawancara tim At-Tanwir dengan rektor Universitas Islam Azzahra dan mantan Menteri Agama KH Dr dr Tarmizi Taher, yang kini berkhidmat di dunia dakwah Islam. Petikannya:
Dewasa ini, dakwah Islam marak dilakukan. Bagaimana pandangan Anda?
Itu kenyataan baik. Di era global sekarang ini, tak hanya sektor dakwah. Sektor-sektor lainnya juga mengalami kemajuan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut semua pihak meningkatkan kualitas dirinya, termasuk para da’i dan ulama, bagaimana mereka dapat menyampaikan ajaran Islam secara cerdas dan menyejukkan.
Media massa, terutama televisi, juga diramaikan dengan dakwah Islam melalui tayangan sinetron religius. Apa ini bagian dari kemajuan itu?
Harus dilihat dari banyak sisi. Sinetron religius banyak mengumbar hal-hal berbau mistik dan bahkan menjurus kepada kemusyrikan. Saya khawatir, agama dikomersialkan di televisi melalui tayangan sinetron. Ini dalam batas-batas tertentu justru akan merusak moral dan keimanan kaum Muslim. Memang tidak semua mengarah seperti itu, ada juga yang benar-benar bermisi dakwah yang sesuai dengan ajaran Islam. Tapi itu hanya sedikit. Jadi kita mesti cermat melihatnya, jangan malah televisi menjadi media perusak iman.
Menurut Anda, seharusnya bagaimana dakwah Islam disampaikan kepada publik sehingga dapat diterima semua kalangan?
Ini memerlukan strategi yang tepat dan benar. Suatu konsep atau materi secanggih dan sehebat apapun bila tidak didukung dengan cara dan strategi yang tepat, niscaya akan sia-sia belaka. Pertama, berkaitan dengan cara. Kita tentu mesti merujuk kepada ajaran Al-Quran untuk menyampaikan dakwah Islamiyah secara baik, yakni dengan contoh konkret baik (mauizah hasanah), dengan perkataan (berdebat) yang baik dan tidak menyinggung perasaan orang yang didakwahi atau kalangan non-Muslim. Dalam konteks ini, Al-Quran menegaskan, “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik,” (QS. An-Nahl: 125). Seorang ulama terkenal abad pertengahan, Al-Qurthubi, mengomentari ayat ini dengan mengatakan, bahwa ayat tersebut turun di Mekah ketika ada perintah berdakwah terhadap kaum Quraisy dengan cara lembut, penuh kasih sayang, tanpa kekerasan dan permusuhan. yang menyampaikan dakwah dengan bahasa dan budaya kaumnya. Kedua, para da’i juga mesti memperhatikan persiapan dirinya sendiri, khususnya berkaitan dengan keikhlasannya menyampaikan dakwah Islam. Dan ketiga, pentingnya menyampaikan dakwah Islamiyah secara moderat dan konprehensif, khususnya berkaitan dengan doktrin-doktrin Islam.
Seberapa besar Anda melihat NU dan Muhammadiyah dalam pengembangan dakwah Islam?
Sangat besar. NU dan Muhammadiyah dikenal sebagai ormas Islam moderat. Karena itu, saya yakin para da’i dan ulama kedua ormas itu juga menyampaikan pesan Islam secara moderat. Dakwah Islam harus dapat menebar damai di semua kalangan dan lini kehidupan. Hanya saja, perlu ditingkatkan lagi kemampuan managerial dakwah Islam kedua ormas tersebut.
