Sulitnya Mencari Uang Untuk Tanah Rencong

Rakyat Merdeka, 6 Januari 2005

JERMAN didukung beberapa negara kreditur (pemberi utang) mengajukan tawaran menarik bagi Indonesia: moratorium utang. Memang belum jelas benar bagaimana bentuk moratorium ini. Apakah sekedar penundaan pembayaran utang (rescheduling), atau pemotongan utang (debt reduction).

Apa pun bentuk moratorium itu nanti, jelas akan sangat membantu pemerintah Indonesia dalam merekonstruksi Aceh yang hancur dihantam tsunami. Apalagi kondisi keuangan negara kepulauan ini sejak lama berantakan.

Namun, Menteri Negara Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Sri Mulyani Indrawati, menilai, tawaran moratorium utang itu tidak signifikan. Sri Mulyani yang berbicara di Gedung Bappenas kemarin, mengatakan, moratorium utang biasanya dilakukan secara bilateral. Ani, begitu dia biasa dipanggil, mengaku belum pernah mendengar ada lembaga kreditur dan donor multilateral yang memberikan moratorium.

Menurut Ani, utang bilateral terbesar Indonesia adalah kepada Jepang. Masalahnya, sambung dia, konstitusi Jepang tidak mengizinkan pemerintah negara Sakura itu memberikan moratorium utang.

Menurut Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM) Revrisond Baswir, alasan Bappenas berlebihan. Toh, katanya di Jakarta kemarin, ide Jerman telah didukung oleh kreditur lain, termasuk Prancis, Kanada dan Amerika Serikat. Mereka bisa memberi desakan moral kepada Jepang, yang juga share holder di lembaga kreditur internasional.

Revrisond curiga, sikap Ani disebabkan latar belakangnya sebagai eks Direktur Eksekutif IMF untuk Asia Tenggara. “Sri Mulyani ini kan jebolan IMF, dan Menkeu Jusuf Anwar jebolan ADB (Asian Development Bank). Saya khawatir ada pesanan dari lembaga-lembaga itu. Bila kreditornya mau moratorium, mereka (lembaga-lembaga keuangan internasional itu) akan terbebani. Jadi ada conflict of interest,” katanya.

Moratorium utang memang sedang jadi pembicaraan hangat menjelang Tsunami Summit yang digelar di Jakarta hari ini. Banyak pihak menilai, inilah saat yang tepat bagi Indonesia memperbaiki kesehatan kas negara. Apalagi, itu tadi, Indonesia sedang membutuhkan uang segar dalam jumlah besar untuk membangun Aceh yang hancur.

Keputusan memberikan moratorium biasanya didahului oleh persoalan yang amat strategis, bukan semata-mata teknis. Contohnya, Pakistan memperoleh “fasilitas” moratorium karena aktif dalam kampanye anti-terorisme yang disponsori negara-negara kreditur.

Banyak pihak menilai, tidak berlebihan bila bencana tsunami yang merusak sejumlah negara di Asia pun dikategorikan sebagai persoalan strategis yang layak dijadikan pintu masuk bagi moratorium utang.

Tawaran moratorium utang juga dibahas oleh Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari sejumlah LSM, kemarin di Jakarta.

Karena begitu pentingnya, Direktur Advokasi Oxfam, James Ensor, yang hadir dalam pertemuan di Hotel Cemara itu, meminta agar moratorium diberikan kepada semua negara yang dihantam tsunami.

Sementara Koordinator Koalisi Anti Utang (KAU) Kusfiardi meminta agar pemerintah menjadikan penghapusan utang sebagai agenda utama dalam pertemuan itu. Dan, jangan sekali-sekali sok mampu dengan meminta utang baru.

Kata Kusfiardi, kalau dalam Tsunami Summit hari ini debt reduction tidak diagendakan, pemerintah harus berani mengajukan rescheduling pembayaran utang. Itu pun cukuplah.

Revrisond Baswir juga menilai penundaan pembayaran utang sudah cukup bagi Indonesia untuk mengumpulkan dana segar. “Pemerintah butuh Rp 12 triliun untuk membangun kembali Aceh. Nah, kalau kita bisa menunda pembayaran utang pokok kita sebesar Rp 25 triliun dan bunganya sebesar Rp 46 triliun, maka kebutuhan fresh money untuk Aceh bisa dengan mudah dipenuhi,” katanya. [t]

Leave a comment