Menyesali Nyanyi Revolusi

Namanya Kadhim al Jabbouri. Di dalam video yang diproduksi BBC tahun 2016 ini disebutkan pria asal Baghdad itu pernah bekerja mereparasi sepeda motor Saddam Hussein.

Tidak diceritakan secara detail, Khadim al Jabbouri juga sempat dipenjara selama 1,5 tahun. Lalu, belasan anggota keluarganya pun dieksekusi rezim. Itu yang membuat rasa simpatinya pada Saddam Hussein berubah menjadi benci.

Tanggal 9 April 2003 Kadhim al Jabbouri ikut memukulkan palunya ke pondasi patung Saddam Hussein di Taman Firdaus di pusat Baghdad.

Di sekelilingnya, orang-orang yang marah pada pemerintahan Saddam Hussein bersorak-sorai. Tentara Amerika Serikat yang sudah menguasai seluruh kota bersiap siaga. Wartawan dari berbagai negara di muka bumi yang berkunjung ke Baghdad untuk meliput episode terakhir kekuasaan Saddam Hussein mengarahkan kamera.

Patung itu tidak tumbang oleh pukulan palu Kadhim al Jaboouri. Tetapi oleh seutas tambang yang ditarik tank Amerika Serikat.

Seorang tentara AS sempat menutup bagian kepala patung dengan bendera AS. Kadhim al Jabbouri memintanya mengganti bendera itu dengan bendera Irak.

Beberapa detik kemudian, patung Saddam Hussein itu pun tumbang. Berakhirlah kisah kekuasaan sang pria dari Tikrit yang berlangsung selama dua dekade lebih.

Sempat melarikan diri, Saddam ditangkap di sebuah lubang persembunyian di kampung halamannya, 13 Desember 2003. Dia diadili di hadapan seluruh penduduk bumi. Diperlakukan layaknya seorang pria yang menanggung beban dosa seisi alam semesta.

Tanggal 30 Desember 2003, hidup Saddam berakhir di tiang gantungan, persis di ujung syahadat yang diucapkannya.

Bagaimana dengan Khadim al Jabbouri? Apa katanya di film ini?

“Saddam telah pergi, tetapi kini di tempat yang ditinggalkannya ada 1.000 Saddam.”

Sang palu revolusi ini menyesali revolusi yang ikut dinyanyikannya pada suatu pagi.

“Saya merasa sakit dan malu setiap kali melewati tempat itu. Saya bertanya pada diri sendiri, mengapa saya ikut menumbangkan patung itu,” kata Khadim al Jabbouri di awal film. []

Published by

TeguhTimur

Born in Medan, lives in Jakarta, loves Indonesia.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s