24 JAM setelah Soeharto meninggal dunia, hand phone saya masih dipenuhi pesan pendek. Begitu juga dengan Yahoo Messenger yang hampir selalu tampil invisible. Pun inbox e-mail saya. Hampir semuanya berkaitan dengan kematian sang penguasa Orde Baru.
Sebuah pesan pendek dari Jakarta mengabarkan hujan yang turun dengan deras. “Apakah ini pertanda alam ikut berduka?” tulis sang pengirim. Pesan pendek lainnya dari seorang teman yang sedang menonton siaran langsung pemakaman “Pak Le” di layar televisi. Dia mohon maklum kalau mau tidak mau ikut merasa sedih.
“Sejarawan partikelir” Harsutejo mengajak saya (dan semua orang yang dikiriminya pesan) untuk menolak pengibaran bendera merah-putih setengah tiang. Juga menyerukan penolakan pemberitaan televisi tentang Soeharto yang dinilainya sudah sampai taraf yang berlebihan. “Pls fwrd,” tulisnya pada bagian terakhir. Maksudnya: mohon disebarluaskan.
Jurubicara Komite Bangkit Indonesia Adhie Massardie dalam e-mailnya juga menyerukan penolakan tujuh hari berkabung untuk Soeharto. “Kita harus menghormati yang menghormati HM Soeharto. Tapi (pemerintah) SBY juga harus menghormati korban-korban (politik) HM Soeharto. Sehari atau maksimal 3 (tiga) hari untuk perkabungan nasional is enough,” tulis mantan jurubicara presiden Gus Dur itu.
Sementara Koordinator Kontras Usman Hamid mengundang saya ikut dalam diskusi yang akan digelar di kantor Kontras, Jalan Borobudur, Menteng, sore ini waktu Jakarta (28/1) atau malam hari waktu Hawaii (27/1). Menurut pesan pendek Usman, mereka akan berdiskusi tentang maaf, hari berkabung, pengibaran bendera, dan gelar pahlawan untuk Soeharto.
Lalu saya bertanya pada seorang teman yang sedang kuliah di daratan Amerika Serikat: Soeharto meninggal, any short comment. “Yah, dia lolos pengadilan dunia. Mudah-mudahan lolos juga di pengadilan akhirat,” jawabnya.
Pertanyaan yang sama juga saya ajukan untuk seorang teman yang juga sedang belajar di daratan Amerika Serikat. “Nanti sejarah tentang dirinya akan lebih banyak berisi sisi baik: sosok yang paling berkuasa di Asia, sosok yang paling berhasil menghadang komunisme di Asia Pasifik. Akan jarang yang menulis tentang perannya dalam genosida di Jawa dan Bali, misalnya,” tulis kawan ini.
Seorang teman yang bekerja di kawasan Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat, malah bercerita bagaimana tadi pagi dalam perjalanan menuju kantornya via Jalan HR Rasuna Said alias Kuningan dia menyaksikan dengan mata kepala sendiri betapa orang-orang yang tinggal di sekitar Kuningan, pejalan kaki, dan anggota masyarakat lain yang sedang menunggu kendaraan umum, juga pengendara baik mobil dan motor, berhenti menunggu iring-iringan jenazah Soeharto dari Jalan Cendana, Menteng, menuju Halim Perdanakusumah.
“Akhirnya, sambil jalan pelan-pelan, lewat juga tuh iring-iringan jenazah. Gua lagi di sekitar Casablanca waktu itu. Berhenti sebentar,” tulisnya.
Seorang teman lainnya menjawab ringan, “Memang sudah waktunya (Soeharto meninggal, guh). Tapi pasti kroni-kroninya senang, soalnya gak jadi dihukum.”
Nah, bicara tentang kroni-kroni Soeharto, saya jadi teringat pesan pendek yang juga saya terima dari Ketua Umum PNBK Indonesia, Erros Djarot. “Luar biasa, para kroni Soeharto memang luar biasa liciknya,” tulis Erros membuka cerita.
“Kematian Soeharto saja dipolitisir sedemikian rupa. Mereka mengerahkan dana dan jaringan politik plus media untuk membuat Pak Harto sebagai pahlawan tanpa cacat maupun dosa politik sedikitpun. Hal ini penting buat mereka, karena bila Soeharto menjadi pahlawan tanpa cacat, maka kroni-kroninya pun menjadi kawan seorang pahlawan.”
“Padahal mereka-mereka ini para penjahat politik dan ekonomi yang merusak negara juga Cendana. Jadi kesimpulannya, tetap saja kita harus waspada terhadap politicking kematian Soeharto. Kasihan keluarganya yang hanya dijadikan objek politik permainan kotor para kroni Orde Baru yang jelas-jelas perusak negara.”
“Jika secara personal, silakan turut berdoa. Tetapi sikap politik harus tetap jelas dan tegas dalam rangka menegakkan keadilan,” tulis Erros menutup pesan panjangnya.
Tadi di dalam lift, seorang teman dari Vladivostok, Rusia, juga mahasiswa di ilmu politik Universitas Hawaii bertanya tentang kematian Soeharto. Saya katakan, seperti yang dialami semua penguasa, ada yang menganggapnya berjasa, dan ada yang menganggapnya melakukan penindasan tiada tara.
“Bagaimana menurutmu?” tanya dia.
“Menurut saya dia masuk dalam kelompok kedua.”
“Rusia punya sejarah dengan Stalin. Sejarah yang kelam. Stalin dianggap sebagai orang yang paling bertanggung jawab atas begitu banyak penindasan dan pembunuhan politik di Rusia semasa dia hidup. Tetapi Stalin adalah Stalin, dan rakyat adalah rakyat; ini dua hal yang berbeda. Waktu akan membuat Stalin menjadi bagian sejarah yang tidak bisa dihapuskan. Betapapun kecaman untuk Stalin, dia tetap merupakan salah satu faktor penting dalam sejarah Rusia. Begitu juga dengan Soeharto di Indonesia,” kata teman yang juga bekerja sebagai jurnalis di kotanya.
“Kita lihat saja nanti,” jawab saya singkat.
Soeharto tujuannya baik tetapi caranya salah. dia pantas disebut kambink karena perilakunya yang selalu lari dari masalah. Kita ambil contoh dia sebenarnya dalang dari semua tindakan PKI tetapi untuk menutupinya dia rela membongkar semua kejadian dari PKI itu sendiri.
setuju.
SBY -The super president on the track:
oiiii. SBY emang lick ya katanye sekolah gratis tapi selama die memrintah gak ade tuh sekoleh gratis. eee baru sekarang ada wacana atawa iklan sekolah gratis apa itu bukan pembodohan bagi rakyat agar pilih dia krn kasih sekoleh gratis .
Masalah BBM diturunkan itu dah kewajiban SBY dan pemerintahkrn itru suatu kewajaran jika haraga BBM diturunkan sebab harga BBM dunia turun juga maka harga dllm negri hrs turun.masuk akal toh.
Beda kalau hraga dunia tinggi tapi dia bikin haraga BBM dlm negri tetep rendah .baru die ada jasanye .
Satu lagi die juga suka pecah belah partai org loh.een die pakai inteligen dan aparat untuk paksa wong cilik pilih dia.
Janjinya juga janji kosong .Dia bikin janji tapi gak bisa diwujudkan krn waktu bikin janji gak diperhitungkan masak2 apa bisa diwujudkan.
Anaknya pun kawin pake fasilitas negara. Lagaknya anaknya sok kaya pabngeran waktu kawin.
een ye perlu tau otaknya SBY itu ya JK . Perdamaian di Aceh ya JK otaknye.Sekarang dia mo pake Budiono sbg otaknye. SBY itu gak bisa apa2. Kecuali manfaatin orang.
Sekarang ini ongkos transport mahal sekali, mo naeik ojek jarak deket bayar rp 4000, gak sampe 400 m. Di jaman SBY BBM ame listrik bola balik naik terus kalah ame presiden lain.
Gue cari kerja susah banget. ada juga ditolak kalau ngelamar, perlunya pengalamn semua. Pemerintah sih kayaknya tutup mata sama yang beginian.
Menurut BPS pengangguran jaman SBY itu berkurang dibanding sebelum beliau tapi pada kenytaannya banyak orang seperti gue cari kerja susahnya bukan main.
gue pikir SBY itu tukang bohong, pantas digelari Si Bohong Yudoyono.
sekarang dia lagi nyerang capres lain dg pernytaan jangan mengumbar janji kosong tapi dia sendiri juga memberi janji kosong sebelumnya dan entah kalau jadi presiden lagi.
Ekonomi yang diurusi selalu pasar modal, pasar modal penting tapi ang lain jangan diabaikan. Seperti UKM presiden mengabaikan hal ini, ia membiarkan produk Cina masuk yg menghancurkan UKM itu sendiri.
Selalu mengandalkan investor asing untuk jalanya roda ekonomi. kenapa gak biasa menjalankan roda ekonomi dg kemampuan sendiri. kalau mengandalkan investor asing malah bisa dijajah loh.
Kasus pelanggaran HAM yg tdk selesai2.
Lumpur sidoarjo? kaciaan deh mereka.
Budiono gak bisa dipercaya krn agen IMF/Bank Dunia.
SBY jual mahal waktu ada tawaran moratotorium /pembatalan pembyaran /penghapusan utang untuk RI oleh Inggris dan beberapa ngr lain ketika terjadi Tsunami di Aceh. Banyak dech alaan SBY ini.
Waktu ada gagasan ttg energi alternatif oeleh beberapa ahli, SBY gak cepat nanggapinya. Pas udah krisis global baru ditanggapi. Bodoh banget ya
Katanya doktor ekonomi pertanian kok pertanian di Indonesia gak maju2 selama beliau memerintah.
Ilmumu sby dah nguap, atau IQ lo rendah SBY, gelar cuma untuk nampang doang !.
Kerabat /saudara SBy ditaruh di tempat2 strategis BUMN selama dia jadi Presiden. Hebat ya beliau bikin nepotisme.
Dulu waktu mau jadi presiden kekyanya gue liat d koran43 milyar rupiah kok sekarang jadi 7 milyar rupiah. kemana yg lain. Di sebar sebarin ke kerabat/saudarana sama anaknya atau dg kata lain tetepa jadi uangnya tapi atas nama orang lain.
Kalau begini SBY= Si Bangsat Yudoyono tatau Si Brengsek Yudoyono