
0307
Saya tiba di Antakya, kota di sebelah selatan Turki, kemarin pagi. Antakya hanya beberapa kilometer dari garis perbatasan Turki dengan Syria. Sejak beberapa tahun lalu, Amerika mempatkan pasukannya di utara Antakya, dekat Adana. Nama pangkalan militer Amerika itu Incirlik Air Base. Di dalamnya Amerika menyimpan 1.700 serdadu dari Sayap Ekspedisi ke-39, serta Skuadron Tempur ke-4, ke-55, ke-94 dan ke-175. Beberapa skuadron tempur Inggris juga berada di pangkalan itu.
Menurut beberapa sumber informasi, pesawat-pesawat tempur yang disiagakan Amerika meliputi pesawat transpor C-130 yang bisa membawa serdadu dalam jumlah banyak, F-16 Falcon dan F-15C Eagle Fighters, British Jaguar GR3 Fighters, pesawat bahan bakar KC-135, pesawat elektronik EA-6B dan dua AWACS.
Kini sebagian pasukan Amerika bergerak ke arah timur, ke sekitar kota Diyarbakir. Di kota yang berada di mulut wilayah utara Irak, yang dikuasai kaum Kurdi, Amerika membangun pangkalan militer baru. Tadinya, 62.000 serdadu Amerika akan ditempatkan di sana, untuk merengsek masuk ke Baghdad. Tapi apa daya, DPR Turki menolak keinginan Amerika. Padahal, Perdana Menteri Turki Abdullah Gul berkali-kali meyakinkan DPR Turki bahwa penempatan pasukan Amerika di wilayah mereka akan membantu ekonomi Turki yang terpuruk.
Bagi Amerika, Turki sangat berharga. Untuk kepentingan menyerang Irak, menguasai Turki berarti menguasai tiga titik masuk, utara (Turki), selatan (Kuwait, Uni Emirat Arab, Qatar, Oman) dan barat (Arab Saudi dan Yordania). Menduduki Turki, bagi Amerika, mempercapat kehancuran Irak dan kejatuhan Saddam.
Selain itu, untuk jangka panjang, menguasai Turki berarti menguasai seluruh dunia.
Dari Turki, Amerika mudah saja masuk menyerang Iran dan Syria. Kedua negara ini dianggap membandel oleh Amerika, tidak mau tunduk barang sedikitpun. George W Bush menyebut Iran sebagai bagian Poros Setan atau Axis of Devil. Sementara Syria dicap sebagai negara yang melindungi beberapa kelompok radikal anti Amerika.
Penolakan Turki terhadap rencana Amerika, membuat Jenderal Tommy Franks, Komandan Central Commando (Centcomm) bete dan kesal luar biasa. Hari Rabu lalu, pejabat yang diperkirakan akan menjadi gubernur jenderal Amerika di Irak itu mendatangi George W Bush di gedung Putih.
Gerakan pasukan Amerika tidak lumpuh, kendati ditolak DPR Turki. Tanpa Turki, Amerika masih bisa menyerang Irak, katanya.
“Bila Presiden Amerika telah memutuskan untuk mengambil tindakan tegas (perang), saya dalam posisi mempersiapkan pasukan tempur,” katanya usai bertemu Bush.
Para perancang serangan, katanya, telah memperhitungkan sejernih mungkin untuk mengirimkan pasukan ke utara, melalui atau tidak melalui daratan Turki. Tujuannya, untuk menyelamatkan sumur-sumur minyak Irak di kawasan Kirkuk.
Nah, inilah tujuan Amerika sebenarnya menyerang Irak. Menguasai ladang minyak. Tak kurang.
Bagaimana dengan potensi konflik antara pasukan separatis Kurdi dan pasukan Turki di kawasan itu?
“Saya tidak bisa memperkirakan apa yang akan terjadi di sana. Yang jelas kami peduli dengan sejarah. Itu sebabnya kami akan bekerja sama dengan kedua pihak, dalam rangka mencegah segala hal jelek yang mungkin terjadi,” katanya lagi.
Sejauh ini, baru Inggris dan Australia yang telah mengirimkan pasukannya, membantu Amerika. Gara-gara itu, kepercayaan publik Inggris terhadap Perdana Menteri Tony Blair merosot jauh. Perdana Menteri John Howard lebih sial lagi. Parlemen Australia menjatuhkan mosi tak percaya kepadanya.
Bush tak berkomentar banyak usai bertemu Tommy Franks yang didampingi Menteri Pertahanan Donald Rumsfeld. Tapi bisa dipastikan, dia juga kesal luar biasa. Keinginan Bush menghajar Irak mendapat halangan yang sangat besar. Apalagi, Prancis, Jerman dan Rusia di hari yang sama telah mengumumkan bahwa mereka akan berjuang mati-matian menentang rencana Amerika itu.
Kejengkelan Bush terlihat dari pernyataan juru bicara Gedung Putih, Ari Fleischer.
“Satu-satunya jadwal yang telah ditetapkan tuan Presiden untuk menggempur Saddam Hussein tanggal 30 Januari lalu, adalah dalam hitungan minggu. Bukan hitungan bulan,” katanya. Faktanya, sebulan lebih telah berlalu dari deadline yang ditetapkan Bush sendiri.
Sementara Rumsfeld meminta seluruh penyelidik PBB, aktivis kemanusiaan dan wartawan segera meninggalkan Baghdad. Perang tidak dapat dihindarkan, katanya.[t]